Lihat ke Halaman Asli

Mudik dan Gengsi

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari Raya Idhul Fitri identik dengan mudik atau pulang kampung. Kesempatan satu tahun sekali ini tidak disia siakan oleh kaum perantau. Cuti kerja diajukan jauh-jauh hari, tiket perjalanan dibeli jauh-jauh hari juga. Itu semua dilakukan demi bisa pulang kampung untuk bertemu sanak famili.

Pulang kampung dalam rangka menyambung tali silaturahmi tidak ada salahnya. Agama islam sangat menganjurkan menjaga hubungan tali silaturahmi. Karena banyak kutamaan. Tapi nilai nilai mulia silaturahmi ini tercemari oleh perilaku tak terpuji. Seperti pamer harta. Pamer harta ke kampung inilah kemudian mencetak pemikiran para perantau untuk selalu punya sesuatu yang dipamerkan saat pulang kampung. Sesuatu itu bisa apa saja. Mobil, pakaian, perhiasan dan sebagainya. Jika tidak memiliki sesuatu untuk dipamerkan biasanya mereka tidak punya nyali untuk pulang. Takut atau malu jika nanti ditanya tanya sanak famili. Ada juga yang karena didesak oleh rasa kangen yang membuncah, maupun tuntutan keluarga harus pulang kampung,  akhirnya sesuatu yang mau dipamerkan ke kampung itu di ada adakan. Maksudnya dengan segala cara pokoknya bisa pamer. Seperti sewa mobil untuk perjalanan pulang kampung, pinjam uang untuk dibagi bagi, dan sebagainya.

Perilaku para perantau yang demikian ini memberikan pemikiran kepada warga daerah bahwa jika mau punya banyak uang harus ke Kota besar. Karena mereka melihat setiap orang yang pergi ke kota besar akan pulang membawa harta. Bahkan bisa membagi bagikan hartanya ke warga kampung. Itulah sebabnya setiap habis lebaran penduduk kota besar meningkat oleh para pendatang baru. Para pendatang baru ini membawa harapan yang besar bahwa di kota besar akan mudah mencari pekerjaan dan suatu saat akan pulang kampung dengan harta yang melimpah.

Kemudian, ketika para pendatang baru ini menemui kenyataan bahwa sangat susah hidup di kota besar mereka malu untuk balik ke kampung. Mereka memilih hidup susah di kota besar. Terlanjur malu kata mereka.

Kejadian seperti ini terulang saban tahun. Semoga pemerintah tidak hanya memberikan ancaman operasi KTP bagi para kaum pendatang, tetapi memberi solusi agar mereka betah tinggal di daerah masing masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline