Sedih, melihat dan mendengar para pembawa acara televisi salah dalam menyampaikan hasil perhitungasn suara pilkada, perkembangan harga saham, perolehan sms dan lain lain. Mereka salah dalam membaca angka di belakang koma. Bukan saya sok pinter, tapi cara baca angka dibelakang koma itu adalah pengetahuan dasar. Saya mendapatkan pelajaran angka dibelakang koma atau biasa disebut desimal dan cara bacanya itu kelas 4 SD. Waktu itu tahun 1985.
Dari hasil hitung cepat tersebut diketahui partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sebesar 62,95 persen yang terdiri dari suara sah sebesar 61,14 persen dan suara rusak sebesar 1,81 persen.
Tulisan di atas saya copast dari sebuah berita online. Ada tiga angka yang memiliki angka di belakang koma. Benar jika angka tersebut dibaca sebagai Enampuluh satu koma satu empat, enampuluh dua koma sembilan lima, dan satu koma delapan satu. Salah jika dibaca enampuluh satu koma empatbelas, enampuluh dua koma sembilanpuluh lima, dan satu koma delapanpuluh satu.
Kenapa salah kenapa benar silahkan googling aja, yaa..hehhe..Secara logika aja unsur angka paling kecil adalah satuan. Jadi dibelakang satuan tidak mungkin ada lagi angka yang lebih besar.
Saya bukan ahli bahasa atau ahli matematika (jadi saya juga mohon maaf salah dalam menulis angka terbilang, dismbung apa pakai spasi) tetapi sangat risih mendengar salah pengucapan angka di belakang koma. Apalagi itu disampaikan di media telivisi oleh pembawa acaranya. Saya yakin para pembawa acara itu pasti memiliki pengetahuan diatas rata rata. Sangat disayangkan jika mereka kurang pengetahuan atas pembacaan angka dibelakang koma. Media televisi bukan hanya sebagai media hiburan tetapi juga pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H