Lihat ke Halaman Asli

Salah Kaprah Pansus Pelindo II Artikan UU Pelayaran 2008

Diperbarui: 3 Desember 2015   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rieke Diah Pitaloka"][/caption]

Ketua Pansus Pelindo II Reike Diah Pitaloka dan anggota Pansus lainnya menuding Pelindo II renegoisasi kontrak kerjasama Hutchinson Port Holding (HPH) di JICT tidak sesuai dengan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Rieke mengatakan Pelindo II dalam renegoisasi kontrak kerjasama tidak mengamatkan bahwa semua perjanjian tentang pengelolaan pelabuhan harus didahului oleh konsesi antara Pelindo II dengan Kementrian Perhubungan, tapi anehnya Rieke tidak menyebutkan pasal yang terkait. http://www.jawapos.com/read/2015/12/03/12393/tanpa-izin-kemenhub-perpanjangan-kontrak-hph-di-jict-tabrak-uu

Keanehan Rieke sebagai Ketua Pansus Pelindo dan anggota pansus lainnya sering mengatakan Pelindo II tidak sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran (UU Pelayaran), tetapi tidak pernah menyebutkan secara detail pasal apa saja yang dilanggar. Pansus tidak menjelaskan secara detail pun menjadi sebuah pertanyaan, apakah tidak memahami UU yang dibuat DPR periode sebelumnya atau segaja membuat informasi yang tidak benar adanya.

Pernyataan Rieke diatas salah kaprah membedakan antara operator pelabuhan BUMN dan operator pelabuhan swasta non-BUMN. Perbedaan tersebut jelas dituliskan dalam UU Pelayaran Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhan (PP Kepelabuhan)

Kewenangan Pelindo II serta Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV (sebagai BUMN Pelabuhan) adalah operator pelabuhan mempunyai kewenangan Atribusi. Pasal 1 angka 22 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mendefiniskan Atribusi sebagai pemberian kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh UUD 1945.

Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, Pelindo IV yang merupakan BUMN Pelabuhan tetap melaksanakan kegiatan pengusahaan pelabuhan termasuk renegoisasi kontrak kerjasama tanpa harus lebih dulu mengajukan dan mendapatkan konsesi dari Pemerintah dalam hal ini Kementrian Perhubungan. Hal tersebut berdasarkan Pasal 344 ayat (3) UU Pelayaran. Hal ini juga diperkuat dalam aturan peralihan Pasal 165 ayat (3) PP Kepelabuhan yang sangat jelas tertulis bahwa Kegiatan pengusahaan di Pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh BUMN tetap diselengarakan oleh BUMN tersebut.

[caption caption="Pasal 344 ayat (3) UU Pelayaran"]

[/caption]

[caption caption="Pasal 165 ayat (3) PP Kepelabuhan "]

[/caption]

Pansus Pelindo II pun salah kaprah mengenai konsesi yang disebutkan Pasal 82 ayat (4) dan Pasal 92 UU Pelayaran serta Pasal 74 ayat (1) PP Kepelabuhan ditujukan kepada swasta sebagai Badan Usaha Pelabuhan, bukan ditujukan kepada BUMN sebagai Badan Usaha Pelabuhan.

Pansus Pelindo II dibentuk untuk mendalami amandemen kontrak kerja HPH di JICT sebagai anak perusahaan Pelindo II, terutama kausul perpanjangan kontrak di JICT. Namun Pansus Pelindo II menyimpulkan perpanjangan kontrak dengan dasar hukum yang salah kaprah. Ada apa dengan Pansus Pelindo II? http://www.kompasiana.com/emawul/pelindo-ii-incaran-politisi-untuk-diperas_562db8212bb0bd16110d54bb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline