PT Pelindo II adalah BUMN yang bersinar terang dibandingkan dengan banyak perusahaan BUMN lainnya. Banyak perusahaan BUMN harus memutar otak mendapatkan modal untuk mendanai proyek-proyek yang sedang dan akan dikerjakan. Sedangkan PT Pelindo II mempunyai dana “uang tunai” yang disimpan PT Pelindo II.
Menteri BUMN Rini Soemarno sendiri mengatakan bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sangat membutuhkan injeksi dana dari negara. Pasalnya, PLN membutuhkan dana untuk menjalankan program penambahan daya listrik nasional sebesar 35.000 MW.
Perusahaan BUMN lainnya, PT Hutama Karya sudah disuntikkan dana sebanyak 3,6 Triliun oleh negara untuk mendanai proyek jalan tol trans Sumatera. PT Adhi Karya yang sama-sama disuntikkan modal oleh negara, mengantongi Rp 1,4 Triliun. Dua perusahaan BUMN lainnya mendapatkan suntikan dana oleh negara di tahun 2015 yaitu PT Waskita Karya sebesar Rp 3,5 Triliun dan PT Antam sebesar 3,5 triliun rupiah.
Ketiga perusahaan BUMN PT Hutama Karya, PT Adhi Karya, dan PT Waskita Karya telah mendapatkan suntikan modal di tahun 2015, namun masih ngarep ada suntikan modal kembali di tahun 2016.
Sedangkan PT Pelindo II malah mengibas-kibaskan uang tunai sebesar 19,5 triliun untuk mendanai pengembangan proyek perusahaan. Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino mengatakan kepada media, PT Pelindo II mempunyai dana internal sekitar Rp 19,5 triliun dalam bentuk “uang tunai”. Dana Rp 19,5 Triliun merupakan bagian yang akan digelontorkan PT Pelindo II untuk mengembangkan 4 pelabuhan dan membangun 1 pelabuhan baru yang memakan biaya Rp 40 triliun – Rp 50 triliun. Berbeda sekali dengan perusahaan BUMN PT Adhi Karya yang menargetkan kontrak baru di tahun 2015 sebesar Rp 18,7 Trilun.
Dana sebesar 19,5 triliun yang dimiliki PT Pelindo II yang membuat banyak pihak merasa silau, dimana peruasahaan-perusahaan BUMN lain terseok-seok mendapatkan tambahan modal. PT Pelindo II ibarat perawat cantik berada di panti jompo.
Disisi lain DPR membentuk pansus Pelindo II yang tujuannya memperbaiki tata kelola di PT Pelindo II. Namun Pansus Pelindo II malah mencari-cari kesalahan di PT Pelindo II dengan mempermasalahkan perpanjangan konsesi JICT. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan pada 13 November, perpanjangan kontrak JICT (anak perusahaan Pelindo II) dengan Hutchison Port Holding (HPH) sudah sesuai dengan prosedur. Sedangkan Dirut PT Pelindo II sendiri yang meminta BPKP untuk memeriksa perpanjangan kontrak tersebut.
Pansus Pelindo II sejak awal mencari-cari celah untuk memojokkan PT Pelindo II, Pansus Pelindo II sudah tercium aroma politiasi. Fraksi PDI Perjuangan di DPR yang dinilai sebagai pihak yang paling menginginkan pengambilalihan kekuasaan atas Pelindo II.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan PT Pelindo ladang permainan elite kelas tinggi untuk saling berebut lahan karena sangat menguntungkan dan menggiurkan bagi politisi mendapatkan kue kekuasaan di PT Pelindo II. Tercermin dari uang yang dimiliki oleh perusahaan PT Pelindo II yang memiliki “uang tunai” 19,5 triliun rupiah.
Pangi mengatakan partai sudah mulai mengambil ancang-ancang untuk memeras BUMN untuk persiapan dana kampanye pemilu 2019 maupun dana Pilkada yang dilakukan secara serempak. Karena tidak ada partai yang memiliki pendanaan secara mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H