Lihat ke Halaman Asli

Mas Subchiatun

Menulis adalah melukis dunia.

Benalu

Diperbarui: 20 Juli 2022   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image from zedge.net

Sebatang rokok dikeluarkan dari dalam bungkus. Ibu jari  dan telunjuk mengapit rokok itu. Kebiasaan memegang rokok yang dilakukan Leon itu terbilang unik dan berbeda dari kebanyakan orang. Ia menganggap cara memegang seperti itu menunjukkan kelelakiannya. Entah dari mana ia mendapatkan filosofi itu.Perlahan kedua bibir tipis yang mulai menghitam menyesap rokok itu. Kepulan asap dengan aroma daun mint  pun tak segan membelai halus hidung wanita paruh baya yang duduk persis di depan Leon.

Leon, lelaki tinggi, tegap, dengan bola mata bening dan lensa coklat menatap wanita itu dengan likat. Sorotnya begitu tajam melewati lentik bulu matanya. Wanita itu membalas tatapannya dengan senyum penuh makna. Suasana kafe yang temaram  dengan musik yang mendayu semakin membuat senyuman wanita itu sulit ditebak maknanya.

Leon menyodorkan secangkir kopi hitam pahit kepada wanita itu. Memang wanita itu tidak suka gula. Sebab di usianya yang mulai senja dia tetap ingin menjaga kemolekan tubuhnya. Sesuatu yang kasat mata ketimbang yang ada di dasar samudera bagi wanita itu adalah segala-galanya. Baginya tampil cantik dan seksi tak bisa ditawar lagi.

"Rokok Tan?" Leon menawarkan sebatang rokok kepada wanita yang disebutnya Tante  Monic itu.

Tante Monic memindahkan rokok dari tangan Leon, segera menyalakan pemantik api dan  membakar ujung rokok itu. Secepat kilat rokok beraroma mint itu mendarat di bibirnya yang dipoles dengan gincu merah darah menggoda.

"Hari ini kamu terlihat gagah Leon," puji tante Monic. Tatapannya tetap menjelajah dari mulai ujung rambut hingga berlabuh di dada bidang Leon. Sesekali ia mengepulkan asap rokok sehingga membentuk bulatan, lalu buyar ditepis udara.

Leon adalah sebutan khusus yang dilayangkan tante Monic untuk lelaki yang dikenalnya dua tahun silam di sebuah grup media sosial.

Berawal dari saling melempar canda, bersahut-sahutan pujian lewat diksi pantun hingga berakhir di obrolan pribadi. Percakapan keduanya semakin intens. Bahkan satu tahun terakhir mereka sering kopi darat hanya sekadar melepas rindu.

Tante Monic bukan single atau janda. Dia bersuami seorang pengusaha yang hanya menyisakan sepuluh persen waktu bagi dirinya. Sembilan puluh persen waktu suaminya dihabiskan menemui klien dan mengurusi semua tentang bisnisnya.

"Leon, lusa suamiku ada urusan bisnis keliling Eropa selama satu bulan penuh. Kesempatan kita semakin leluasa untuk bertemu," ujarnya.

Telapak tangan  putih mulus yang tak terlihat keriput sama sekali karena dimakan usia, menarik lengan Leon lalu mengelusnya penuh kelembutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline