Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Pondasi Gereja Tetap Kokoh

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan Cimanggis-Kramat Lontar  terasa lebih panjang. Antrian macet masuk di pintu tol membuat saya pesimis akan sampai tepat waktu di gereja. Lirik sebentar jam digital di handphone, 16.15. Saya punya waktu sedikitnya 1 jam untuk sampai rumah dan bersiap untuk bertemu bocah-bocah sekolah minggu. Berita bom bunuh diri jadi topik menarik sore itu, lumayan juga menghilangkan ngantuk saat macet.

Cherly bercerita tentang sebuah tulisan pembakaran dan pemboman gereja, inti dari tulisan itu adalah gereja hanya bangunan tempat kita beribadah. Gereja yang sesungguhnya adalah tubuh kita. Dan kita tidak semestinya ribut saat gereja di bakar atau dibom.

Tulisan yang sangat inspiratif.

Tapi bagaimana jika salah satu korban pembakaran itu adalah keluarga kita? entahlah, saya tidak bisa bersikap paling bijak dan akan berkata "Tuhan tau yang terbaik untuk anakNya, kita sabar dan tetap berdoa"...

Bagaimanapun, sisi manusia yang pemberontak tetap haus untuk menuntut balas. Walau itu tak akan merubah apapun. Toh keluarga kita tidak akan kembali makan bersama-sama kita. Gedung gereja pun telah menjadi puing.

Lalu???

Banyak sekali pertanyaan,

bagaimana kerja aparat?

apakah pemerintah hanya sebatas mengutuk?

apakah kutuk masih berlaku di jaman modern seperti ini?

Jangan terlalu mengandalkan manusia. Karna hanya akan kecewa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline