Lihat ke Halaman Asli

Emanuel Dapa Loka

ingin hidup seribu tahun lagi

Timo Scheunemann, Terpesona Bakat Sepak Bola Anak Papua

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13255779181624621017

Timo Scheunemann

[caption id="attachment_152996" align="aligncenter" width="614" caption="Timo di antara anak-anak didiknya di Malang. Ah! Dia lebih Indonesia......!!"][/caption]

Ia rela keluar masuk pedalaman Papua untuk mencari pemain berbakat.

Kini bibit-bibit masa depan itu tengah ia godok di Malang Football Club (MFC), akademi sepak bola miliknya di Malang. Ini demi masa depan anak dan keharuman nama Indonesia.

Timo Scheunemann dan Rainer Scheunemann adalah kakak beradik berkewarganegaraan Jerman yang sama-sama gila bola. Keduanya mengantongi B Licence for Coaching di FA Inggris sebagai lulusan terbaik. Mereka juga sama-sama kelahiran Kediri, Jawa Timur. Hanya bedanya, sang kakak (Rainer) kemudian menjadi pendeta dan melayani di Papua sedangkan Timo sang adik menjadi pemain sepak bola profesional. Kini ia menjadi pelatih Persema Malang dan mendirikan Malang Football Club. Panggilan hidup mereka boleh berbeda, namun keduanya memiliki kepeduliaan yang sama, yakni ingin memberdayakan orang muda melalui sepak bola.

Pada tahun 2000 Scheunemann bersaudara memboyong empat pemain muda berbakat dari Papua untuk dilatih di Malang Football Club. Keputusan ini mereka ambil setelah Rainer menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan terpesona potensi anak-anak tersebut. “Belum mendapat pembinaan terprogram dan modern saja sudah sedemikian hebatnya,” gumam Rainer.

Selain mengikuti latihan secara teratur dengan metode modern, para pemain juga mendapat kesempatan menikmati pendidikan berkualitas di Kota Malang dengan biaya dari Mustaard Seeds dan Hilfe Fuer Bruder.

Mencari anak-anak dari berbagai pedalaman Papua bukan perkara gampang. Selain menyedot tenaga dan waktu, biaya yang dibutuhkan untuk ini juga tidak sedikit. Meski begitu Timo menjalani dengan sukacita. “Pelayanan pada anak-anak Papua ini sangat melelahkan tapi juga sangat rewarding. Perkembangan mereka secara rohani, sekolah dan kepribadian sangat mengharukan,” jelas Timo. Perkembangan tersebut seperti menghapus rasa letihnya mencari, melatih, mendampingi dan mencari dana bagi pembinaan mereka.

Boleh dikatakan, Timo termasuk nekat merekrut anak-anak dari pedalaman Papua. Tambahan lagi, dia tidak memiliki sponsor. Awalnya seluruh biaya berasal dari kantong pribadinya. “Hitung-hitung, itu dana persembahan kami,” ujar Timo. Beruntunglah kemudian ia mendapat perhatian dari teman-temanya di Jerman dan Amerika. Selain itu Wesley International School, sebuah sekolah Kristen internasional di Malang memberi bantuan fasilitas dan dana untuk menambah perlengkapan dan membayar gaji asisten pelatih.

Kapten di Tanah Jawa

Saat ini Timo sudah mulai menikmati hasil kerja kerasnya. Nehemia, salah satu dari keempat pemain tersebut akan masuk dalam Persema musim ini. Sebelumnya di Persema Junior, Nehemia menyandang predikat kapten. “Setahu saya, belum pernah ada kapten Papua di tanah Jawa. Dan tahun ini Laban dari Wamena mengambil alih ban kapten Persema junior. Ini sebuah kebanggaan bagi saya,” jelas Timo bangga. Laban tidak termasuk dari keempat pemain tersebut. Dia ditemukan oleh seorang pilot MAF asal Amerika di pedalaman Papua kemudian dibawa ke MFC.

Dengan logat Jawa Timuran yang sangat kental Timo menjelaskan, baginya sepak bola bisa menjadi sarana pembinaan kepribadian yang efektif bagi anak muda. Ia berharap dalam percakapan, pendampingan dan latihan ia bisa mentransfer nilai tanggungjawab, sportifitas dan jiwa kepemimpinan kepada mereka.

Dengan jujur Timo mengakui, dia melakukan karya tersebut bukan karena dirinya kaya, tapi karena kerinduan mengangkat dan memberdayakan bibit-bibit dari pedalaman. “Kami tidak kaya. Namun kami ingin mempersembahkan tenaga, kemampuan dan juga dana kami yang sedikit buat Tuhan dan sesame melalui bola,” jelas Timo lagi.

Saatini terdapat tujuh anak di MFC. Ke depan Timo berharap akan ada 10 anak Papua dan anak-anak lain daripedalaman daerah lain yang mendapat kesempatan berlatih secara moderen dan teratur di MFC serta bersekolah di Malang.

Lantas, bagaimana dengan Rainer? Dia dan istrinya Heidi melatih kesebelasan wanita Persipura di bawah 18 tahun secara gratis, malah mengeluarkandana pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline