Lihat ke Halaman Asli

Emanuel Dapa Loka

ingin hidup seribu tahun lagi

Penyair Ini Menjual Buku dari Tempat Tidur

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14220546271724452043

gemerisik ilalang padang sabana

adalah tekad yang tak bisa mati sebelum puisiku dikubur bersama

di ujung tanah yang sudah lama menanti.

[caption id="attachment_347759" align="aligncenter" width="720" caption="Agust Dapa Loka di Taman Mini ketika ke Jakarta untuk berobat. foto: Loise"][/caption]

Tidak ada kata menyerah bagi guru sekaligus penyair dan novelis Agust Dapa Loka. Akibat kecelakaan lalulintas yang dia alami pada 2009, kaki kanannya diamputasi. Dan karena penanganan yang salah, kakinya masih sakit hingga saat ini. Jika kakinya sudah sakit, dia hanya terbaring di dipannya sambil menahan sakit. Keringatnya pun mengucur. Istrinya Sice hanya menolong dengan memijat-mijat. Dokter pernah memvonisnya menderita infeksi tulang

Tetapi sekali lagi, tak ada kata menyerah dalam kamusnya. Saat sakitnya reda, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai guru dan sesekali menjadi MC. Dia juga berhasil mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya untuk menghasilkan karya yang lain.

Ia baru saja meluncurkan buku kumpulan puisi Gemerisik Ilalang Padang Saba (GIPS). Kumpulan puisi ini berisi 60 buah puisi tentang keprihatinan seputar kehidupan, alam, negara, dll. Di dalamnya antara lain ada puisi Gemerisik Ilalang Padang Saba, Lolong Anjing di Gerbang Senayan, Perempuanku, Mereka adalah Matahari. Ia mendapat kata pengantar dari Dr. Anies Baswedan, menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Melalui puisi GIPS, dengan tegar Agust menulis

gemerisik ilalang padang sabana

adalah tekad yang tak bisa mati sebelum puisiku dikubur bersama

di ujung tanah yang sudah lama menanti.

Setelah buku tersebut terbit, Agust harus berjuang menjual. “Kalau hanya tunggu penjualan di toko buku, pasti sangat kecil sementara saya harus membiayai ini itu. Sementara itu, saya tak bisa ke mana-mana. Jadi saya jual melalui sms dan telepon dari tempat tidur ini,” ujarnya sambil menunjuk dipannya yang beralas tikar.

Sudah sebulan ini dia menjual, namun belum banyak yang terjual. Meski begitu, dia optimistis akan terjual habis. Sejak awal Januari, buku Agust sudah bisa didapatkan di toko buku Gramedia, Gunung Agung dan toko buku lainnya.

Perempuan Bermata Saga

Sebelum buku tersebut, Agust Dapa Loka mengeluarkan novel berjudul Perempuan itu Bermata Saga (Elex  Media Komputindo, 2011). Setahun kemudian, melalui novel ini ia meraih NTT Academia Award 2012. Novel tersebut merupakan refleksi Agust atas peran seorang perempuan, yakni istrinya sendiri dalam kehidupannya. Setelah sebuah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kaki kanannya diamputasi, ia menyaksikan semangat istrinya bekerja keras dengan tegar. Agust pun merenungi dalam-dalam kehadiran wanita yang telah memberinya tiga orang putri itu, maka lahirlah Perempuan itu Bermata saga. Ia menilai sang istri adalah wanita pemberani yang tegar menghadapi gelombang kehidupan.

Bergemerisik dari Padang Sabana

[caption id="attachment_347760" align="aligncenter" width="720" caption="Buku Agust Dapa Loka. foto: EDL"]

14220547242091297803

[/caption]

Melalui puisi Gemerisik Ilalang Padang Sabana, Agust menyampaikan berlaksa pesan kepada semua pembacanya untuk tidak mudah abai terhadap sesama, alam dan Tuhan. Pada bait pertama puisi di halaman 2 yang menjadi judul buku ini, Agust berkata:

Gemerisik ilalang padang sabana

adalah nyanyian suara parau kaum tertindas

lama tertatih pada langkah kehidupan yang selalu kandas

saat berburu janji yang selalu ditunda.

Ya, Agust mengibaratkan ialalang padang sabana telah kehabisan energi setelah berteriak-teriak dan tak didengarkan. Meski begitu, ilalang padang sabana tulis Agust juga, tetaplah

semarak teguh kekuatan hati mata angin selatan yang terus bertiup mencari jawab teka-teki nasib yang terpeleset di samudra raya.

Atas nasib sabananya yang ia katakan hanya sesekali dilirik lalu dilupakan, ia sebut sebagai

sisa kibar merah putih di tangan kaum pencari suaka

di negeri sendiri.

Namun, di atas semua itu, ia dengan tegar mengatakan bahwa

gemerisik ilalang padang sabana

adalah tekad yang tak bisa mati sebelum puisiku dikubur bersama

di ujung tanah yang sudah lama menanti.

Tidak mau dipandang sebagai penyair yang “Sumba centris”, Agust menyertakan beberapa puisi lain. Salah satunya berjudul Lolong Anjing di Gerbang Senayan (halaman 36). Melalui puisi ini ia hendak menyatakan keprihatinan atas nasib bangsa ini yang terlanjur “digantung” di kepala pada anggota dewan di Senayan.

Agust prihatin atas situasi politik yang dimainkan para anggota legislatif di Senayan. Menurutnya, mereka adalah wakil rakyat yang dipandang punya kecerdasan untuk memikirkan, mendiskusikan kepentingan rakyat dengan cara bermartabat. “Tetapi kita semua telah terjadi sebuah kemunduran dahsyat para anggota legislatif yang berperang di Senayan. Secara lantang mereka berbicara mengatasnamakan kepentingan rakyat. Saya melihat, sesungguhnya, mereka hanya menyuarakan kepentingan partai politik mereka, perut dan nafsu pribadi. Demokrasi yang telah membesarkan rakyat, dipasung dengan cara kasar bergaya preman. Rakyat jadi bingung,” katanya prihatin.

Tentang lolong anjing, Agust menjelaskan, dalam kebiasaan masyarakat tradisional,  perilaku alam hewan maupun tetumbuhan bisa mengisyaratkan suatu kejadian berbahaya yang bakal menimpa manusia. Salah satunya, anjing yang melolong-lolong bisa menjadi isyarat bahwa suatu bahaya akan terjadi.  “Dalam konteks Indonesia, saya anggap bakal terjadi manipulasi atas kedaulatan rakyat dalam negeri tercinta ini jika perilaku berpolitik tidak pernah secara berani berubah arah demi kepentingan rakyat,” ungkapnya.

Tulis Agust pada bait terakhir Lolong Anjing di Senayan:

Tiba-tiba lolong anjing perkasa menerobos udara malam

kota metropolitan

Menyorotkan matanya menantang gerbang Senayan

yang telanjang oleh temaram lampu kota

aku teringat kakekku,

aku berjaga-jaga

jangan-jangan esok sidang paripurna

melucuti rakyat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline