Lihat ke Halaman Asli

Peran Guru sebagai Penuntun Melalui Pembelajaran Sosial Emosional dan Coaching

Diperbarui: 2 April 2022   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah kita ketahui bersama bahwa peran guru bukan saja memberikan materi pelajaran, tapi juga menjadi penuntun bagi murid agar mereka bisa terus berkembang menjadi manusia terbaik, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Di dalam menjalankan perannya tersebut, guru seringkali dihadapkan pada beragam masalah yang dihadapi murid. Murid pun sesuai dengan tingkat usianya membutuhkan arahan, bimbingan orang di luar dirinya. Begitu pun dengan murid SMP. Di tingkat ini permasalahan yang dihadapi seputar pertemanan, pertengkaran orangtua, permasalahan ekonomi orang tua, dan penemuan jati diri mereka menginjak usia remaja.

Seperti yang saya alami pada pembelajaran minggu ini. Saya awali pembelajaran dengan bertanya perasaan yang dirasakan mereka. Penting mengajarkan murid kesadaran diri atau mengenali perasaan mereka sebelum memulai pembelajaran. Pembelajaran sosial emosional ini tidak kalah penting dengan materi yang diberikan kepada murid terkait mata pelajaran, bahkan bisa jadi sangat penting, karena itulah hal yang dibutuhkan murid yaitu merasa didengarkan dan dipahami.

Saya menempel papan emosi di papan tulis. Murid diminta memilih gambar emosi yang mewakili perasaan mereka. Ternyata, suara terbanyak perasaan murid adalah cemas dan takut. Jujur saya kaget, sepagi itu (jam 7), mereka sudah merasakan cemas. Bagaimana mereka siap menerima pelajaran, jika itu yang dirasakan?

Ketika saya bertanya alasannya, perasaan mereka seragam. Murid kelas 9 sebentar lagi lulus, dan mereka cemas dan takut akan masa depan dan kelanjutan mereka melanjutkan studi. Pembelajaran hari itu pun sebagian waktunya digunakan untuk melakukan coaching secara massal.

Lalu apa itu coaching? Berdasarkan yang saya pelajari pada materi di LMS Program Guru Penggerak, Coaching secara sedehana adalah komunikasi yang dilakukan untuk membantu sesama dengan cara mendengarkan secara aktif dan menuntun orang lain untuk menemukan sendiri solusi atas permasalahan yang dihadapi.

Coaching bisa dilakukan siapa saja orang tua pada anak, guru pada murid, guru pada rekan kerja, sesama teman dll. Prinsip coaching kesetaraan bukan seseorang menjadi penasehat  bagi yang lain. Berbeda dengan konseling dan mentoring yang posisinya lebih memberikan bantuan dengan nasihat dan arahan berdasarkan keilmuan dan pengalaman si pemberi solusi. Coaching lebih kepada mendengarkan aktif dan menggali potensi yang ada di dalam diri Coachee. Setiap murid di dalam diri mereka sudah memiliki potensi terbaik. Tugas guru sebagai coach adalah memunculkan hal itu dengan memberi mereka pertanyaan terbuka. Dengan demikian, keterampilan guru yang harus dimiliki sebagai coach adalah keterampilan bertanya yang dapat menstimulasi potensi murid, bukan keterampilan memberi nasihat.

Kembali ke kelas saya yang mayoritas pagi itu merasa cemas dan takut. Saat itu saya bertanya kepada mereka alasan kenapa merasakan hal itu dan rata-rata murid mengatakan bahwa mereka cemas akan kelanjutan masa depan mereka, seperti tidak bisa masuk sekolah yang favorit dll. Saya bertanya kepada mereka hal apa saja yang sudah mereka lakukan untuk mengatasi kecemasan?

Karena materi memasuki teks cerita inspiratif, saya juga menanyakan kepada mereka kisah inspiratif yang pernah mereka dengar dan barangkali cocok dengan kecemasan yang mereka hadapi. ( Beberapa murid mengacungkan tangan dan mereka menceritakan hal yang menginspirasi. Beberapa murid mengatakan mendapatkan Inspirasi dari Anime yang mereka tonton.  Berdasarkan kisah inspiratif yang didapatkan saya bertanya lagi kepada teman yang lainnya, tentang inspirasi yang sudah didaptkan. Akhirnya, di akhir pembelajaran hasil refleksi pembelajaran sangat bagus. Mereka mengaku hari itu mereka merasa senang dengan proses pembelajaran dan perasaan mereka sudah lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga mengatakan, "Ibu, terimakasih sudah bertanya tentang mood kami  terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai, hal itu sangat berarti"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline