Beberapa minggu yang lalu, saya diberikan kesempatan untuk mengajar pada empat SD. Awalnya ketika saya memulai dengan salam begitu antusias dan perhatian terpusat kepada saya. Selang beberapa menit kemudian, kelas begitu sulit untuk dikendalikan. Saya begitu terkejut melihat sikap anak SD saat ini. Rasa hormat terhadap guru mulai hilang. Ketika guru memberikan nasihat justru siswa semakin menjadi untuk membantah. Melihat fenomena ini, memori saya menjadi kembali ke sepuluh tahun silam.
Dahulu, anak SD begitu menghormati guru dan orang yang jauh lebih tua. Bagi kami yang tinggal di tanah Jawa, sebagai bentuk rasa hormat terhadap guru, ketika berbicara dengan guru biasanya menggunakan bahasa Jawa krama inggil atau bahasa Indonesia. Kini sudah sangat jauh berbeda, degradasi moral terus menggerus mental generasi bangsa Indonesia.
Melihat kenyataan ini, sudah seharusnya pemerintah mulai merenungkan uapaya demi upaya untuk memperbaiki moral generasi bangsa. Berbagai tindak amoral mulai dari yang kecil hingga kelas kriminal terus menghantui bangsa Indonesia. Tindak amoral yang kecil seperti mencontek, membantah guru, memusuhi teman sampai tindak kriminal seperti pencurian, penganiayaan, dan pembunuhan. Kenyataan ini perlu dicari akar penyebabnya.
Perhatian Orang Tua
Tiga hal yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan moral generasi bangsa Indonesia adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu, kini ditambah dengan perkembangan teknologi. Perkembangan handphone lengkap dengan berbagai aplikasi canggihnya menjadikan setiap siswa mampu melihat dunia tanpa batas.
Namun, jika dapat ditelisik untuk anak usia SD orang tua memainkan peran penting. Akan tetapi, pada kenyataannya justru banyak orang tua menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada pihak sekolah. Keberhasilan akademik dan budi pekerti sepenuhnya diserahkan kepada pendidikan dan pengajaran di kelas.
Orang tua siswa di pedesaan memiliki pengetahuan yang rendah untuk membantu memantau perkembangan akademik dan moral anak. Rata-rata orang tua siswa di pedesaan adalah lulusan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Sehingga, perhatian orang tua terhadap pendidikan anak rendah. Sementara itu, orang tua siswa di perkotaan memiliki taraf pendidikan yang lebih tinggi namun waktu untuk memperhatikan pendidikan anak kurang karena sibuk untuk bekerja di luar rumah. Oleh karena itu, pendidikan dan pengajaran hanya diserahkan kepada pihak sekolah.
Di SD, pendidikan moral memang terus digencarkan melalui berbagai strategi. Salah satu cara yang belakangan ini digalakkan untuk pendidikan moral adalah melalui kurikulum 2013. Melalui kurikulum 2013 di SD, pendidikan moral dioptimalkan melalui kompetensi sikap religius dan sosial yang dimasukkan dalam konten pembelajaran. Pendidikan moral di SD lebih diutamakan dibandingkan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, pendidikan moral juga diaplikasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler Pramuka di SD sebagai ekstrakuriler wajib.
Pendidikan Moral Tanggung Jawab Bersama
Walaupun pendidikan moral terus digencarkan di sekolah, namun jumlah waktu anak di sekolah lebih sedikit dibanding jumlah waktu anak di luar sekolah. Jika pendidikan moral yang menjadi tanggung jawab sepenuhnya pihak sekolah, pasti hal ini tidak efektif. Ketika pihak sekolah telah secara maksimal menanamkan pendidikan moral, lalu lingkungan di luar sekolah tidak mendukung maka pendidikan moral akan hanya menjadi sebatas mimpi.
Penyebab degradasi moral yang utama adalah lingkungan anak di luar sekolah serta dipengaruhi oleh baik buruknya kontrol orang tua dan masyarakat. Ketika di kelas anak bertemu dengan lingkungan yang baik, namun ketika berada dalam keluarga dan masyarakat tidak pernah tau ia akan bertemu dengan siapa.