Lihat ke Halaman Asli

Hari Air Sedunia: Apakah Anak Cucu akan Konsumsi Air Limbah?

Diperbarui: 25 Maret 2017   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai Mario, Sulawesi Selatan-Dokumen pribadi

Hari Air Sedunia- “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal,” QS Az Zumar : 21 #worldwaterday.

Firman tuhan tersebut ternyata telah disikapi oleh Majelis Umum PBB menetapkan 22 Maret 1993 sebagai perayaan hari air sedunia pertama kali. Usulan hari air sedunia ini direkomendasikan dalam PBB ke-47 pada 22 Desember 1992 perihal Earth Summit atau United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil.

Bahwa air tak sekedar untuk menghilangkan haus atau  menjaga kesehatan. Selain itu air juga penting untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mendukung pembangunan sosial, ekonomi, dan manusia, seperti yang dilansir oleh situs resmi PBB.

Menurut data PBB tahun 2017 lebih dari 663 juta orang hidup tanpa pasokan air bersih dekat dengan rumah. Mereka memerlukan waktu berjam-jam mengantri atau mencari sumber air yang jauh, dan berdampak pada kesehatan karena menggunakan air yang terkontaminasi.

Meski air memiliki komposisi 70% di permukaan bumi, namun hanya 3% air yang dapat di tawar sisanya berupa air asin. Komposisi air tawar dibedakan menjadi es, air tanah, air permukaan dan uap air. Tidak semua air tawar layak konsumsi karena tercemar oleh manusia.

Indonesia sebagai negara kepulauan menyumbang cadangan air sebesar 2838 meter kubik yang berarti terbesar nomor 5 di dunia menurut mapsoftheworld.com pada tahun 2013. Cadangan air di Indonesia disebabkan karena luas wilayah darat hanya sepertiga dari total luas negara. Sumber-sumber air berasal dari pegunungan dan juga wilayah dengan densitas hutan tinggi.

Taman Bumi Gunung Sewu di Jawa Tengah dan Yogyakarta contohnya, yang berupa pegunungan kars merupakan salah satu penyimpan cadangan air yang besar. Selain itu Yogyakarta memiliki Gunung Api Merapi sedangkan Jawa Tengah memiliki Gunung Api Merbabu. Kedua Gunung ini juga menyumbang carangan air untuk wilayah sekitarnya.

Yogyakarta dan Klaten, dua wilayah yang berdekatan dan memiliki banyak titik sumber air. Keduanya memiliki lahan pertanian yang luas namun setiap tahun mengalami penyusutan lahan untuk dijadikan pemukiman dan lahan bisnis seperti hotel dan mall. Sebagai tempat yang pernah jadi incaran para perusahaan air kemasan.

Umbul Pajangan, Wedomartani, Sleman, Yogyakarta adalah salah satu yang menolak privatisasi air di lingkungan mereka pada 1987 yang justru dilakukan oleh Pemerintah Sleman. Namun warga setempat menolak keras rencana Bupati saat itu yang hendak mengalirkan air Umbul Pajangan ke masyarakat kota. Warga menyadari bahwa Umbul Pajangan merupakan sumber penghidupan mereka sebagai pendukung utama pertanian.

Namun sayangnya di Klaten, justru mengijinkan perusahaan air raksasa melakukan privatisasi air. Klaten merupakan daerah yang diapit oleh sumber air raksasa. Sisi utara ada Gunung Api Merapi dan Merbabu dengan adanya banyak umbul (sumber air) di daerah utara. Sisi selatan ada Pegunungan Sewu sebagai penyimpan cadangan air raksasa. Saat ini Klaten sudah menuai dampak dari privatisasi air. Banyak lahan pertanian di Polanharjo yang kesulitan air untuk pengairan sawah. Padahal Polanharjo termasuk kawasan hijau dan basah. Selain itu juga pencemaran umbul-umbul yang masih bisa dimanfaatkan oleh warga namun dieksploitasi untuk pariwisata.

Sisi selatan seperti Cawas kini mengalami krisis air bersih. Beberapa sumur warga mati atau air tidak layak konsumsi sehingga memasang air PDAM. Krisis air ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya: akibat terjadinya likuifaksi saat gempa 2016, banjir, dan pembuangan limbah/pencemaran. Banjir yang disebabkan karena pembuangan limbah di bantaran sungai dan berakibat banjir saat musim hujan datang. Saat terjadi banjir tentu akan mencemari sumur-sumur warga sehingga air sumur tidak lagi jernih dan tidak lagi tawar. Selain tidak layak konsumsi, air di Cawas juga akan menimbulkan bercak pada pakaian saat digunakan untuk mencuci.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline