Lihat ke Halaman Asli

Eliza Bhakti

Environmental Enthusiast

Transformasi Bisnis Buku

Diperbarui: 31 Mei 2023   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah berdiri 70 tahun, toko Gunung Agung tutup. Tergulungnya bisnis buku ini turut membawa isu terkait minat literasi masyarakat Indonesia. Dari kaca mata ekonomi tutupnya toko Gunung Agung sebenarnya hanya suatu bentuk kegagalan transformasi bisnis, bukan kegagalan literasi. Sama halnya dengan raksasa-raksasa bisnis seperti Nokia atau Kodak yang pernah berjaya, namun gagal beradaptasi.

Tidak mudah memang merawat suatu bisnis hingga puluhan tahun. Terlebih satu dasawarsa terakhir begitu banyak perubahan secara masif dalam hal teknologi. Maraknya buku digital dan bahkan kini mulai menjamur audio book, membuat buku fisik kian ditingalkan. Sayangnya tidak semua toko buku mampu berlari mengikuti zaman. Display buku yang monoton dan trik penjualan secara pasif masih menjadi trik marketing andalan.

Tak hanya industri buku dan publishing, sekarang ini semua industri harus bertransformasi untuk dapat bertahan. Manajemen perubahan menurut Rhenald Kasali menjadi kunci agar tidak tergerus zaman. Salah satu transformasi bisnis buku yang berhasil adalah Amazon, gurita bisnis milik Jeff Bezos. 

Awalnya Amazon hanya menjual buku secara daring, namun kini amazon menjadi 5 besar perusahaan industri teknologi informasi. Meski berubah, Amazon tetap setia menjual buku dengan menambah varian audible dan buku digital. Amazon bahkan mengeluarkan Amazon kindle, perangkat untuk membaca buku digital dengan nyaman.

Ide dan gebrakan kreatif toko buku mulai bermunculan di negeri ginseng Korea Selatan, toko-toko buku memanjakan pembeli dengan interior yang memanjakan mata dengan spot instragrammable. Pengusaha memahami celah bahwa konsumen tak bisa lepas dari gawainya. Setiap pergerakan harus selalu cekrek foto di sosial media. Tagar dan lokasi yang di tag di foto konsumen tersebut kemudian menjadi magnet bagi calon pelanggan baru bahkan wisatawan. 

Publisher dan toko juga menggandeng bintang K-pop dan aktor K drama untuk promosi. Salah satunya dengan membuat challenge membaca buku rekomendasi para idola tersebut. Toko buku Amerika Serikat Barnes and Noble bahkan terimbas dampak K-wave ini. Toko  memasang pajangan dan display khusus buku-buku favorit penyanyi RM dari grup BTS untuk merayakan ulang tahun leader BTS tersebut. Tentu saja hal ini menarik minat para army - sebutan penggemar berat grup tersebut- untuk datang dan membeli buku. 

Sumber: Tribunnews.com

Di Indonesia sendiri, toko buku yang bertahan cenderung menepi dari hingar bingar mal. Hal ini mungkin sebagai strategi untuk menyaring mana pecinta buku sejati dan mana para window shopper. Gramedia misalnya, meski beberapa gerai di pusat perbelanjaan tutup namun membuka toko cabang di lokasi strategis. Toko buku Periplus, bahkan menjajal bisnis di bandara dengan menyajikan pengalaman membaca di dalam kafe yang nyaman.

Mayarakat masih memiliki minat baca yang tinggi. Beragam pameran buku tampak dijejali pengunjung. Secara statistik memang jumlah pengunjung mengalami penurunan, namun ada peran para jastiper -sebutan untuk jasa titip barang- yang membuka penawaran pre order pembelian buku. Bazar Big Bad Wolf (BBW) juga masih dipenuhi pelanggan, meski untuk masuk ke bazar dikenakan biaya tiket. Penyelenggara bahkan membuka pameran dari pagi hari hingga tengah malam. Selain BBW, ada juga pameran dan bazaar yang lebih kecil misalnya pameran buku komik dan manga yang memiliki komunitas tersendiri.

Jika tutupnya toko buku dikaitkan dengan literasi yang menurun, sepertinya kurang tepat. Maraknya minat membaca ditandai dengan menjamurnya tagar seperti #bookstagram di instagram, bertujuan untuk saling membagikan resensi buku atau tantangan membaca. Bahkan ada akun khusus -yang sepertinya tidak hanya untuk resensi buku, tapi mencari jodoh- yaitu akun foto pria yang membaca buku yakni @hotdudesreading, tidak main-main pengikutnya lebih dari 1 juta. 


Di Jakarta sendiri kian marak ruang publik dengan fasilitas perpustakaan. Taman literasi salah satunya, cukup ramai disinggahi para penikmat buku. Di dunia maya juga marak situs untuk membuat dan membaca novel secara online. Beberapa novel webtoon bahkan laris diangkat ke layar lebar maupun drama seri.

Menarik sekali membayangkan kreativitas tak terbatas yang bisa dilakukan toko buku di masa depan. Apakah toko buku di masa depan pasti berjaya? Pasti terganti? Siapa yang tahu. Seperti kata Albert Einstein,"Satu-satunya yang pasti adalah ketidakpastian".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline