Lihat ke Halaman Asli

Dialog Putrimalu

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.

DIALOG PUTRIMALU

.

“Ah, aku tidak suka pada Mawar, dia selalu beruntung. Sedangkan aku…?”

***

Disebuah taman bunga yang indah, sinar mentari pagi menerobos sela-sela dedaunan rimbun. Burung-burung kecil berkicauan menyambut ceria. Bunga-bunga dan rerumputan menggeliat bangun. Hari ini sangat cerah. Awan-awan putih membentuk lingkaran dan memanjang. Ada juga yang berbentuk seperti domba berbulu putih. Hanya tersisa embun didaun hijau sisa hujan semalam.

Seekor semut hitam yang sedang siap-siap bekerja keluar dari lubang. Semut ini bernama rangrang hitam. Dia terkejut melihatbunga putrimalu sedang tertunduk lemas.

“Selamat pagi putri, mengapa sepagi ini kau termenung saja? “ Rangrang menegurnya dengan hangat.

“Selamat pagi Rangrang, hari ini aku tidak semangat sekali” jawabnya lesu.

“Bolehkah aku tahu alasannya? Bukankah matahari bersinar begitu hangat? Lihatlah si Mawar, dia sangat ceria. Bunganya bermekaran indah.”

“Ah, lagi lagi dia. Terang saja Mawar begitu ceria, dia memang diciptakan dengan kelopak bunga yang indah, berwarna-warni dan harum yang wangi. Sedangkan aku, hanya memiliki bunga yang rapuh, dengan daun-daun yang kecil dan tangkai yang tak bisa tinggi. Mungkin sebentar lagi bungakupun akan terbawa angin.” Putrimalu cemberut.

Seekor lebah yang sedang melintas menuju bunga mawar mendengar percakapan itu. Diambilnya nectar dari bunga mawar lalu membisikkan sesuatu, “Hai Mawar, kasian putrimalu. Sepagi ini dia sudah murung.”

Bunga mawar heran.”Memangnya ada apa lebah?”

“Entahlah, mungkin dia merasa iri padamu. Baiknya kau sapa dia, Mawar.” Lebah menganjurkan. Kembali diambilnya nectar dari Mawar. Nectar ini sebagai persediaan makanan yang akan diubahnya menjadi madu dalam rumahnya yang berbentuk heksagonal. Setelah dirasa cukup, lebah menghentikan kegiatannya. Menyaksikan dialog Mawar dan Putrimalu.

“Halo sahabatku, putrimalu, kelihatannya kau sedang bersedih, ada apa?” Sapa Mawar ramah.

“Aku ingin seperti kamu, Mawar. Kamu memiliki tubuh dan warna yg indah dan aroma yg mengundang lebah dan kupu-kupu untuk bermain bersama-sama. Sedangkan aku, tidak ada yang mau dekat-dekat denganku. Tubuhku berduri, dan daunku selalu menguncup jika tersentuh.”

Mendengar itu, Mawar, Rangrang dan lebah tersenyum.

“Owh rupanya itu yang merisaukanmu?” Tanya Mawar sambil melirik kepada semut dan lebah.

“Putri, tunggu ya akan aku panggilkan beberapa temanku.” Rangrang ikut menimpali.

Rangrang kemudian bergegas kedalam sebuah lubang dalam pohon. Sekumpulan semut-semut yang sedang mencari makanan, menyalami Rangrang dengan heran.

“Rangrang, dari tadi kami tidak melihatmu. Darimana saja kamu? Kamu tidak makan pagi?” kawan-kawan semut menyambut ramah.

Lalu Rangrang menceritakan tentang Putrimalu yang sedang bersedih dan iri terhadap Mawar.

“Nanti saja aku makannya, kawan. Sekarang aku ingin meminta bantuan kalian agar memberikan semangat untuk Putrimalu. Nanti kalian bisa dengar sendiri ceritanya.”

Tanpa menunggu lama, kawanan semut beriringan membentuk barisan teratur. Menuruni pohon dan akhirnya sampai didekat putrimalu, Mawar dan lebah. Semut-semutpun mendengarkan dengan seksama percakapan mereka.

“Oh, lihat! rupanya kupu-kupu ingin bermain dengan kita, putrimalu. “ Teriak Lebah.

“Mungkin hanya bermain denganmu, Mawar, bukan denganku. Tangkaiku rendah, memiliki banyak duri dan bungaku kecil. Sebentar lagi meranggas bila tertiup angin. Dan daunku, malu tersentuh meski oleh tangan anak-anak yg sedang bermain. Bagaimana mungkin aku bisa sepertimu, Mawar. Yang sengaja ditanam dalam kebun bunga dan dirawat dengan baik. Bungamu selalu dinantikan kehadirannya. Sedangkan aku, mungkin akan dibuang ke jurang karena dianggap rumput liar. Dan tidak ada yang mau bermain denganku.” Putrimalu cemberut

“Sahabatku, kita sama. Duriku aku gunakan jika ada tangan jahil yg siap memetikku hingga aku tak bisa bermain lagi dengan lebah dan kupu-kupu. Sedangkan kamu punya duri untuk kaki-kaki yang kuat yang tidak sengaja menginjakmu. Walaupun tangkaimu pendek, kamu punya duri-duri itu, yang selalu melindungimu. Jadi tidak usah khawatir. Dan bungamu yang kecil tetap dusukai kupu-kupu. Iya ‘kan kupu-kupu?” Kupu-kupu hinggap ditangkai putrimalu. Tanda setuju.

“Tenang Putri, aku dan kawan-kawan sangat suka berada didekatmu. Jika kami hendak menyimpan cadangan makanan atau sekedar berlindung dari terik mentari, kami selalu ada didalam lubang dekat akarmu. “ Rangrang ikut menenangkan.

“Benarkah?” Putri terlihat lebih tenang.

Tiba-tiba antenna kupu-kupu bergerak gerak.

“Ada apa kupu-kupu? Kau terlihat gusar?” Tanya semut.

“Lihatlah, ada Chaca dan ibunya. Pasti ibunya hendak memetikmu, Mawar. Kelopakmu hampir mekar sempurna.”

“Oh, benarkah?” Lebah tampak bersedih, karena dia tak bisa mengambil nectar lagi dari Mawar.

Chaca dan ibunya menggunting bunga yang ada disebelahnya. Sementara Chaca, melirik putrimalu dan memainkan bunganya yang mungil. Matanya berbinar ceria.

“Ibu, bolehkah aku memetik dan menjualnya dikios bunga milikmu?” Tanya Chaca pada ibunya.

“Yang bunga Mawar saja, Sayang. Putrimalu tidak akan laku kalau dijual.” Sahut ibunya.

Chaca memainkan bunga putrimalu dan daunnya yang mendadak kuncup, tapi tidak jadi memetiknya.

“Lihatlah, putrimalu. Kamu lebih beruntung bukan? Mungkin sebentar lagi Mawar akan berada dikios bunga orang itu. Sedangkan kamu masih bisa menikmati sinar matahari dan bermain-main dengan kami.” Sahut rangrang.

“Iya, Putri, mulai sekarang, kamu jangan bersedih lagi ya. Karena kita diciptakan Tuhan dengan keindahan yang sama, hanya bentuknya saja berbeda.” Mawar tersenyum.

Putrimalu menyesali sikapnya selama ini, yang sudah merasa minder dan iri kepada Mawar. Putri bersyukur, karena dia masih bisa menikmati mentari dan membangunkannya ketika pagi hari.

“Selamat jalan, Mawar. Kami senang berteman denganmu.” Putrimalu, Lebah, kupu-kupu, rangrang dan semut lainnya mengucap perpisahan.

“Selamat tinggal kawan-kawan semua.”

Chaca dan ibunya menggunting mawar dan menaruhnya dikios bunga.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline