Lihat ke Halaman Asli

Elysa Andelany Ayuningtias

Mahasiswi Program Study Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Tugas Matakuliah Prof Dr Apollo (Daito): Pemajakan atas Transaksi E-Commerce

Diperbarui: 7 Mei 2020   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

E-commerce Tax

Pajak atas transaksi perdagangan secara elektronik (e-commerce) merupakan salah satu potensi di bidang perpajakan, dimana potensi penerimaan pajak atas transaksi e-commerce tersebut sangatlah besar. Sebagai negara yang turut mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, perkembangan bisnis e-commerce ini tentu saja tak luput dari perhatian pemerintah. Namun adanya kendala-kendala yang terjadi menjadikan tantangan bagi Pemerintah dalam hal menentukan kebijakan perpajakannya.

Menurut Kozinets et al., 2010, definisi e-commerce yaitu sebagai proses pembelian, penjualan, mentransfer atau bertukar produk, jasa atau informasi melalui jaringan komputer melalui internet. Menurut  Hoffman  dan  Fodor  (2010),  e-commerce  dapat  berjalan  dengan  baik  apabila  dijalankan berdasarkan prinsip 4C yakni connection (koneksi), creation (penciptaan), consumption (konsumsi)  dan  control (pengendalian).

Perbedaan yang mendasar antara perdagangan konvensional dengan perdagangan secara elektronik melalui e-commerce dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Disamping itu,didalam penggunaan internet menghadirkan sejumlah perbedaan yang terjadi antara e-commerce dengan perdagangan konvensional yaitu tempat usaha, gudang, produk, tempat transaksi, pembayaran, penyerahan barang dan pemasaran.

Perbandingan E-Commerce dan Konvensional

Perkembangan bisnis e-commerce saat ini semakin tumbuh di Indonesia. Dapat dilihat dari nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2017 sebesar Rp30,94 triliun menjadi Rp77,77 triliun pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan lebih dari 100% dalam kurun waktu satu tahun. Tentunya hal ini tidak terlepas dari perilaku masyarakat yang mulai menggandrungi belanja online yang rupanya membawa keuntungan bagi beberapa pihak produsen di masyarakat antara lain dapat memasarkan produk atau jasa kepada konsumen kapanpun dan di manapun serta dapat menjual secara online tanpa harus mendirikan toko sebagai tempat usaha. Hal tersebut yang membuat transaksi konvensional menjadi mungkin untuk dilakukan secara elektronik.

Keunikan karakter dari e-commerce tersebut ternyata juga memberikan dampak yang cukup besar terhadap aspek perpajakan. Karena semakin tumbuh pesatnya e-commerce tentu memberikan dampak positif bagi pelaku usaha atau konsumen, namun pada sisi lainnya dapat mengakibatkan dampak negatif khususnya bagi negara-negara berkembang berupa hilangnya potensi penerimaan pajak.  

Terkait masalah perpajakan pada transaksi e-commerce akan berdampak pada pajak tidak langsung dan pajak langsung. Seperti halnya pada Pajak tidak langsung terhadap barang konsumsi dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Sedangkan pajak yang dikenakan secara langsung yakni penghasilan atas suatu usaha sebuah perusahaan atau perorangan.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), 2002, menyebutkan bahwa ada tiga masalah utama dari e-commerce, antara lain: 

  1. Masalah tentang pajak tidak langsung yakni bagaimana menentukan tempat konsumsi dan mekanisme pengumpulannya. Masalah terkait pajak tidak langsung ini terjadi dalam transaksi penjualan terutama untuk transaksi lintas batas secara elektronik.
  2. Terkait dengan perpajakan internasional yaitu kategori penghasilan dari e-commerce dan konsep baru dari bentuk usaha tetap (BUT).
  3. Masalah terakhir adalah administrasi Pajak, yaitu cara memeriksa transaksi internet dan bagaimana mendorong kepatuhan pajaknya.

Apakah dikenakan Pajak atau Tidak?

Pajak E-Commerce

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline