Lihat ke Halaman Asli

Sarah P

Tulisan yang berisi pendapat pribadi

Zona Kenyamanan Dalam Budaya Patriarki

Diperbarui: 14 Desember 2018   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

  1. Tentang Patriarki, saya melihat banyak lelaki yang tidak mengakui bahwa sebenarnya mereka merasa nyaman dengan budaya yang "mengharuskan" mereka harus memprotek perempuan. Dengan adanya "keharusan" bagi lelaki untuk memprotek perempuan, entah sadar atau tidak; mereka merasa diri nya lebih powerful daripada perempuan. Namun untuk menutupi rasa powerful tersebut, mereka mengatasnamakan manner, kesopanan, adat, etika, dsb untuk membenarkan budaya: "Lelaki harus memprotek perempuan".

    Dalam banyak kasus, budaya seperti itu juga membuat banyak perempuan nyaman.

    Mengapa ?

    Karena banyak perempuan yang senang diperlakukan bagai princess oleh para lelaki.
    Merasa diperlakukan istimewa, dipuja dan dilindungi.

    Namun perempuan-perempuan yang nyaman dengan kondisi seperti itu tidak sadar bahwa dengan diperlakukannya perempuan seperti itu, justru karena perempuan dianggap manja, tidak kuat jika tidak mendapatkan support lelaki, atau bahkan dianggap tidak berdaya sehingga harus diprotek oleh lelaki. Sehingga kemudian perempuan-perempuan tersebut cenderung memandang bahwa dirinya tidak bisa berbuat banyak tanpa support dari lelaki. Bahkan banyak yang memposisikan diri lebih inferior daripada lelaki, contohnya: banyak perempuan yang memberikan pernyataan:

    "Setinggi-tingginya pendidikan perempuan, toh akhirnya juga akan kembali ke dapur juga."

    Semuanya sudah menjadi sebuah lingkaran setan, di mana baik pihak lelaki dan perempuannya sama-sama berada di zona kenyamanan dalam naungan budaya patriarki. Kemudian tiba-tiba feminisme hadir untuk memutuskan lingkaran itu. Maka tidak heran jika para feminist banyak  mendapat pertentangan dalam gerakannya.

    *Mungkin ada yang bertanya:
    "Jika kedua belah pihak sudah nyaman, lantas mengapa lingkaran kenyamanan itu harus diputuskan oleh para feminist ?"*

    *Saya akan menjawab:
    "Karena pada dasarnya manusia itu setara, tidak boleh ada yang direndahkan atau ditinggikan. Lagipula tidak semua perempuan nyaman diperlakukan seperti itu. Hal yang lebih penting adalah apabila kita sudah terbiasa mempunyai pandangan diskriminatif dan tidak setara, maka hal itu akan membuat kita mudah  untuk memberikan excuse pada perlakuan diskriminatif dalam banyak hal yang lain, misalnya: kepada etnis tertentu, kepada umat agama tertentu, atau mungkin kepada kelompok LGBT, dll. Untuk itu budaya yang melanggengkan pandangan diskriminatif dan tidak setara harus dilawan."*

    Hal yang sangat perlu untuk diingat adalah, bahwa semua orang dalam posisi setara, tidak perlu ada yang diistimewakan -- termasuk perempuan itu sendiri. Jika sudah ada pihak yang diistimewakan, maka prinsip justice tidak terpenuhi.

    Berangkat dari perspektif kesetaraan gender tersebut, maka jika memang perlu untuk memprotek seseorang, maka pertimbangannya bukan karena orang tsb adalah perempuan, namun karena pertimbangan lain yg relevan, misalnya karena org tsb sdg mendapatkan ancaman bahaya, sedang dalam kondisi tertindas dsb. Jadi pertimbangannya benar-benar karena masalah kemanusiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline