Lihat ke Halaman Asli

Bulog, PLN dan Pertamina

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketiga badan dan perusahaan yang mengurusi suplai dan tarif kebutuhan hajat hidup orang banyak ini adalah badan dan perusahaan vital yang harus betul-betul mendapat perhatian. Sebab kepentingan yang diurus badan dan perusahaan ini menyangkut kebutuhan hidup rakyat seluruh Indonesia.

Adalah sangat disayangkan dan memprihatinkan bila pada satuan institusi vital tersebut terjadi praktek-praktek yang tidak bisa ditolerir oleh rakyat. Ketiga satuan otoritas vital tersebut harus bebas dari unsur politisasi yang hanya menguntungkan segelintir orang dibanding rakyat Indonesia seluruhnya. Politisasi tersebut bisa berawal dari pembuatan kebijakan yang salah dan bermuara pada praktek-praktek korupsi dan lainnya. Sistem-sistem yang ada juga harus dibenahi, apakah itu sistem yang ada di lembaga itu sendiri berikut kebijakan-kebijakannya maupun jalur sistem birokrasi dengan birokrasi lembaga lainnya atau lembaga diatasnya.

Seharusnya ketiga satuan otoritas tersebut tidak berada dibawah kementrian, melainkan langsung berada dibawah presiden atau lembaga kepresidenan, karena urusan yang ditangani ketiga lembaga tersebut menyangkut kebutuhan hidup rakyat keseluruhan. Jalur birokrasi yang ada perlu disederhanakan sehingga setiap persoalan dapat segera dieksekusi dan diambil kebijakan sehingga lembaga yang diatasnya tinggal merestui ya atau tidaknya tanpa harus melalui tahapan atau tanpa harus lewat birokrasi lembaga lainnya. Dan adalah tugas pemerintahan dalam hal ini untuk dapat melayani rakyat dengan sebaik-baiknya.

Seperti yang kita lihat dalam konteks BULOG yang harus tumpang tindih kebijakan dengan kementrian perdagangan dalam hal impor komoditi bahan pokok untuk menjaga supplai maupun kebijakan untuk menyetop impor guna menyerap produksi lokal dan juga dalam penetapan harga.

Begitu juga PLN yang dalam kebijakannya untuk menambah penyediaan kapasitas listrik nasional dengan membangun pembangkit maupun jaringan harus menyesuaikan kementrian yang lain yakni kementrian BUMN. Sehingga program penambahan kapasitas supplai listrik seperti tertahan-tahan untuk dapat segera terealisai atau mencapai target. Dan disisi lain perusahaan listrik ini seperti dipaksa untuk mencari dana sendiri yang sesungguhnya belumlah mungkin untuk dapat melakukannya dengan kekuatannya sendiri karena PLN juga harus membeli listrik dari pihak swasta dan juga sebagian masih menggunakan pembangkit tenaga diesel yang menggunakan BBM Solar, yang akhirnya PLN seperti terpaksa menaikkan tarif yang implikasi dampak ekonomi dan dampak sosialnya dirasakan oleh rakyat. Padahal listrik adalah kebutuhan vital hidup orang banyak yang harus dikuasai negara sebagaimana amanat konstitusi. Bagaimanapun negara harus berinvestasi untuk membangun pembangkit listrik sehingga kapasitas yang ada menjadi tercukupi dan memadai untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan juga industri, sehingga pada saatnya PLN menjadi seperti perusahaan jalan tol yang tinggal memungut bayaran dari pengguna sebagai pemasukan bagi negara dengan tarif yang sesuai standar terutama sesuai harga standar regional negara ASEAN.

Begitu juga dalam hal Pertamina yang mengurusi migas. Sebagai perusahaan nasional milik negara yang mengurusi supplai dan tarif, mestinya bisa memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi rakyat. Perusahaan ini sudah lama berdiri dan memiliki aset serta keuntungan yang tidak sedikit disamping melayani rakyat. Perusahan sejenis milik negeri tetangga seperti Petronas yang lebih muda usia saja sudah menunjukkan dirinya dengan kinerja yang membanggakan serta memberi kontribusi yang besar bagi negaranya. Bagaimana mungkin perusahaan seperti Pertamina yang luas cadangan dinegaranya jauh lebih besar dari Malaysia tidak bisa menunjukkan kinerja yang bagus dan memberi kontribusi yang besar bagi negara. Dan bagaimana mungkin Pertamina hanya mengelola blok cadangan yang kecil-kecil saja sebagai perusahaan nasional yang seharusnya dibanggakan dan diprioritaskan.

Peran pertamina memang tidak hanya pada kegiatan eksplorasi saja, karena pertamina juga memiliki kilang atau mengurus produksi dan juga mengurus suplai kebutuhan nasional dengan cara mengimpor dan juga memproduksi sendiri. Kalau memang pertamina tidak diproyeksikan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan menyerahkan kegiatan eksplorasi tersebut pada perusahaan swasta nasional ataupun asing, maka harus ada penjelasan tentang hal tersebut, ataupun harus ada perusahaan milik negara yang baru yang khusus melakukan kegiatan eksplorasi, sehingga kepentingan melayani rakyat dan orientasi perusahaan seperti umumnya tidak tumpang tindih. Sistem jalur birokrasi bagi institusi vital seperti Pertamina haruslah lebih sederhana, dan tidak seperti sekarang dimana dalam mengeksekusi masalah dan mengambil keputusan tergantung badan dan kementrian lainnya seperti BPH Migas dan Kementrian ESDM, mestinya sistem jalur birokrasi seperti ini bisa dipersingkat atau diputus sehingga Pertamina selaku badan atau perusahaan yang mengurusi suplai dan tarif kebutuhan vital rakyat tidak lagi melalui tahapan-tahapan dan bisa akses langsung ke presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline