Karya : Firman Matias Simanjuntak
Ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Kutipan itu dari buku suci Si Bontar Mata, seorang barat yang datang ke Tapanuli Utara. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Silindung, kehadirannya tidak diinginkan. Tidak bagi rajanya, tidak bagi masyarakatnya.
"Siapa dia?", Gumamku dalam hati sembari menatap langit gelap menangis.
Pertanyaan itu teramat jelas terpatri dalam pikiranku. Ia bagian dari Eropa, namun tutur dan tindaknya berbeda dengan bangsanya.
"Apa tingkahnya hanya sandiwara? Tidaklah mungkin ada manusia Eropa yang berbudi luhur." Sambungku dalam hati, sampai akhirnya dihentikan oleh suara hatoban (pelayan).
"Permisi, Tuan. Raja Panalangkup berada di ambang."
"Sambut dan persilakan masuk." Sahutku yang masih dalam kebingungan.
Tidak biasanya Raja Panalangkup singgah ke rumah orang lain. Pasti ada sesuatu yang menggusarkannya sekarang.
"Horas!" Serak Panalangkup bergaung di dalam rumah, mengawali langkahnya yang lebar sambil memegang sebilah pisau.
"Apa tujuanmu, Opung? Untuk apa benda itu?"
"Pisau ini? Hanya sekadar menjaga diri dari Si Bontar Mata."