Lihat ke Halaman Asli

Elvrida Lady Angel Purba

Menuangkan isi pikiran

Menertawakan Diri Sendiri, Mampukah?

Diperbarui: 3 Mei 2022   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Akhir-akhir ini, self healing menjadi satu topik khusus yang berkecamuk dalam pikiran. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah aku telah mampu mencintai diri? Apakah aku dapat berdamai dengan masa lalu ku? Bagaikan santapan harian bagi diri. Tanpa sengaja,saya bertemu dengan satu unggahan unik berjudul hal-hal yang terjadi ketika bapak bisa ngetawain diri sendiri yang diunggah oleh akun instagram bapak2id. Sebuah hal baru yang dapat dijadikan sebagai indikator mencintai diri sendiri (menurut saya).

Pertama, hidup berasa lebih enteng. Ketika kita bisa menertawakan diri sendiri, berarti kitatelah berdamai dengan diri kita. Keburukan bukan lagi berwujud monster yang menakutkan, melainkan satu lelucon yang dapat meringankan beban. Lantas, apakah diri sudah merasa enteng? Jika belum, berarti tertawa-nya belum keras. Satu hal yang aku pelajari dari menertawakan diri sendiri (pada poin ini) adalah siap untuk menceritakan pengalaman pahit (atau kebobrokan diri) kepada diri sendiri. Menjadikan kisah lama sebagai cermin letak kita merefleksikan diri. Oh dulu aku sangat malas, coba kalau aku tidak malas, mungkin aku sudah jadi istri Kaesang! Tapi tidak apa-apa, sekarang aku tidak malas lagi, dan Kaesang masih single tuhh! Hahaha.  pribadi mulai bisa bersikap santai dan tidak lagi memaksakan diri menjadi satu sosok yang bukan aku. Dan, ya. Dengan lantang saya bisa
katakan bahwa aku bisa menertawakan diriku.

Kedua, diri semakin berprogres. Menertawakan diri sendiri tidak hanya berhenti pada sikap berdamai dengan masa lalu dan masa sekarang. Lebih dari itu, mampu menertawakan diri sendiri berarti siap untuk berkembang lebih pesat. Loh kok bisa? Ya bisa dong, karena kita ga lagi terbeban dengan diri kita yang dulu. Kamu ga menyangkali lagi diri kamu yang ternyata lemah di matematika. Justru karena itu, ternyata kamu bisa modus dengan si jago matematika (ini hanya contoh, saudara!). 

Pada akhirnya, syukur-syukur kalau diri jadi bisa matematika. Lebih syukur kalo ternyata cintanya nyangkut. Eh... engga deng. Sangat ada peluang bagi kita
untuk mengetahui potensi yang sebenarnya. Oh, aku ga bisa matematika, tapi aku pinter menghafal. Kalau masuk jurusan Hukum kayanya aku bisa engaged deh...hahaha..! Ya, walaupun kenyataan biasanya tidak semulus itu, namun yang pasti akan selalu ada progres yang bisa kita bangun jika kita sudah bisa menertawakan diri kita sendiri.

Ketiga, semakin tangguh! Aku sudah sadar kalau kamu gendut, berjerawat, pendek, tapi ga ada lagi yang bisa nyakitin aku! Karena ya orang-orang membeberkan fakta! Yang berubah adalah aku semakin tangguh, semakin sadar bahwa diri tidak sempurna, namun tidak lagi menyangkali atau menyalahkan porsi diri yang demikian. Ah indahnya!

Keempat, lebih sehat. Batin mempengaruhi fisik. Jika bara masih menyala, tentu kondisi fisik akan memancarkan aura-aura yang tidak bersahabat. Begitu pula sebaliknya! Jika diri kita sudah bisa menertawakan diri sendiri, kegirangan tersebut akan terpancar ke luar. Kegembiraan tidak akan memupuskan semangat! Akibatnya, tubuh juga sehat. Ngetawain diri dapat mencegah stress, kalau diri ga stress, tentu saja kita terhindar dari depresi dan penyakit-penyakit lain yang mengikut di belakangnya. Sstt.. Hal ini menular loh! Jadi ayo ciptakan lingkungan bebas stress.

Kelima, orang-orang semakin senang dengan kita. Ih, si A asyik banget! Ga suka ngomongin kejelekan orang lain, ngomongin kejelekan diri sendiri saja dia santuy banget! Diri kita gak lagi sensitif terhadap hal-hal yang terkadang dirasa tabu untuk dibicarain. Keterbukaan menjadi gerbang utama yang dapat diakses secara bijak bagi diri dan lingkungan. Orang lain dapat belajar dari masa lalunya kamu, orang lain dapat berefleksi dan berupaya sehat seperti dirimu.


Masih mau mengurung diri dengan sepi dan keterpurukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline