Lihat ke Halaman Asli

Elviza Diana

Penjelajah kata

Waisak, Ramadan, dan Kesunyian Kita

Diperbarui: 7 Mei 2020   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asenk Lee Saragih/ Jambipos-online.com

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perayaan waisak  ditandai dengan ritual keagaaman di kompleks percandian Muaro Jambi. Tapi tidak di tahun ini, perayaan hanya dilakukan umat Budha di rumah masing-masing. 

Sama dengan bulan suci Ramadan, umat islam menyambutnya dengan beribadah di rumah masing-masing. Tidak ada ritual yang meliputi banyak orang. 

Tidak ada hingar bingar, kemenangan, keberntungan dalam hari Vesakha atau waisak yang ditandai dengan Tri suci waisak yang termaknai dalam  kelahiran, pencerahan (nirwana ) dan kematian Budha Gautama. P  melalui perenunangan pada diri masing-masing. 

Candi Muarojambi biasanya menjadi lokasi rituall besar yang melibatkan banyak biksu dari negara lain. Tapi kali ini, senyap. Bukan, bukan karena bertepatan pada bulan Ramadan, ritual itu terhenti. Karena sejak beberapa kalipun, Waisak bertepatan jatuh pada Ramadan. Keberagaman dan toleransi sudah mendarah daging di sini. 

Tak ada yang salah merayakan Wiasak di bulan Ramadan. Dua hal yang sama-sama suci, sama-sama memiliki makna bagi pemeluknya. Namun wabah pandemik yang akhirnya mengingatkan kita sesuangguhnya pemaknaan Tuhan, ada dalam diri sendiri. 

Bahkan pepatah kuno menyebutkan, Tuhan sedekat urat nadimu. Tak ada tempat paling indah selain meresapi kebesaran, nikmat dan keagungan Tuhan di dalam diri sendiri. 

Kesunyian terkadang menjadi tempat yang nyaman untuk mencari makna kasih,cinta dan kebesaran Tuhan yang diberikan melalui musibah.

Kesunyian dibutuhkan dalam kekhusukan kita beribadah. Sunyi membuat kita mampu memberi jeda untuk intropeksi dan berefleksi. Mengingat, mengenang, mengevaluasi apa saja yang kita perbuat atas nama Tuhan. 

Waisak, Ramadan dan Kesunyian kita menjadi meomentum kita melihat ahwa agama bukanlah simbolik, ritual ataupun perayaan. Agama jalan menuju kita mengenal diri sendiri dan Tuhan lebih dekat, itu tak bisa didapatkan dalam keramaian, hingar bingar, tapi kita membutuhkan sunyi untuk lebih dekat denganNya. 

Selamat merayakan hari keberuntungan Waisak, semoga kita semua bisa melewati pandemik dengan semangat keberagaman dan toleransi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline