Lihat ke Halaman Asli

elvi yulianti

Ibu dari anak-anak

Pribadi yang Kuat

Diperbarui: 18 Januari 2024   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Pribadi yang Kuat

Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda. Tuhan memang maha adil untuk semua ciptaan-Nya. Tuhan menciptakan langit dan bumi, menciptakan laki-laki dan perempuan, sepasang tangan dan kaki. Ada lagi sepasang mata, sepasang telinga, Semua pasangan tadi saling mendukung dan  saling bekerja sama dengan baik. Tidak ada  bertabrakan satu dengan yang lain. Semua berjalan dan bekerja sesuai dengan keinginan. Sungguh kita patut memberikan apresiasi kepada sang penciptanya. Tidak ada yang bisa mengimbangi hasil karya Allah SWT.

Salah satu pasangan yang ingin diuraikan dalam tulisan ini adalah pasangan suami dan istri. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk dipasangkan menjadi suami dan istri dalam satu rumah tangga dengan ikatan perkawinan yang sah. Di depan para saksi dan KUA pasangan suami dan istri mengikat sumpah dan janji untuk saling setia, saling menjaga, saling memberi dan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Berjalan waktu, rumah tangga yang dibina semakin semarak dan ramai dengan hadirnya anak dari hasil buah cinta suami dan istri.  Rumah tangga yang dibangun kini semakin hidup dan berwarna dengan hadirnya si buah hati.  Tangisan si buah hati membuat pasangan suami dan istri semakin sibuk dengan aktivitas baru. Meskipun terkadang menyita waktu tetapi ada sesuatu yang membuat hati bahagia. Melihat kelucuan sang bayi mengobati rasa lelah yang dilewati sepanjang hari.

Seiring waktu, tangisan anak berubah menjadi candaan. Bahkan, kini anak menjadi teman saat sunyi dan sepi. Anak sebagai teman berbincang dan bertukar pikiran. Harapan semua orang tua anak yang dititipkan kepada mereka akan berkembang baik sesuai pendidikan yang diberikan baik dari dalam rumah maupun dari luar seperti lembaga pendidikan.

Begitu panjang perjalanan pengasuhan anak oleh pasangan suami dan istri. Ada tawa dan canda. Ada duka dan bahagia.  Bagi orang tua dalam pasangan suami dan istri tak pernah merasa terbebani atas titipan Allah SWT.  Rasa syukur tak putus-putus diucapkan dalam doa saat bermunajat kepada sang pencipta. Syukur akan kelanggengan rumah tangga. Syukur akan rezeki mendapatkan kepercayaan mengasuh sang buah hati. Bersyukur diberikan rezeki sehingga dapat membesarkan anak dan membahagiakan istri. Tak hanya itu, meminta kesehatan sepanjang hayat itu menjadi prioritas. Apabila tubuh sehat maka mengerjakan hal lainnya akan lebih semangat.

Namun, dalam kenyataan kehidupan masih ada juga pasangan suami dan istri yang tega menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh sang pencipta. Suami yang selalu memberikan penghidupan yang layak, suami yang baik masih saja dikhianati sang istri. Seribu alasan dilontarkan istri agar tidak disalahkan. Begitu juga bagi suami yang mengkhianati pernikahan dengan perselingkuhan. Seribu alasan juga disampaikan agar tidak disalahkan. Padahal istri begitu taat dan patuh terhadap aturan suami.  Kalau sudah begini, siapa yang harus disalahkan? Ujung-ujungnya dari permasalahn ini ada yang mnejadi korban yaitu anak hasil pernikahan. Anak yang dilahirkan dari buah cinta menjadi korban keegoisan orang tua. Keegoisan suami dan istri yang belum memahami makna rumah tangga.

Perselingkuhan dan pengkhianatan akan berujung perceraian. Kalau sudah terjadi perceraian maka akan semakin hancurlah perasaan anak. Anak yang diasuh dalam cinta akan melemah jiwanya melihat fenomena orang tuanya yang tidak lagi memiliki hubungan harmonis. Perkembangan psikologis anak akan kurang baik dan akan terganggu. Efek dari perceraian kedua orang tua dapat membuat  karakter anak berubah menjadi pendiam atau bisa sebaliknya menjadi pribadi yang pemarah.  Mereka menjadi orang yang tak punya pedoman. Hal yang paling membahayakan bagi anak adalah suatu saat mereka akan berbuat seperti yang dilakukan oleh orang tuanya. Bisa jadi lebih parah disusup dengan perbuatan sadis atas kemarahan hati yang berkepanjangan.

Dari contoh di atas, dapat diambil hikmahnya bagi kita pasangan suami dan istri, orang tua bagi anak-anak yang dilahirkan. Sebagai pasangan suami dan istri kita harus banyak belajar memahami pribadi pasangan kita. Kita harus menerima kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Kita harus mengerti bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan keunikannya masing-masing. Tidak ada manusia yang sempurna. Belajar menerima dan memberi dengan rasa ikhlas. Selain itu, Kita harus menjadi pribadi yang kuat menghadapi segala permasalahan. Kita harus ingat bahwa semua permasalahan yang dialami pasti ada jalan keluarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline