Saat merancang Lambang Negara Syarif Abdul Hamid Alkadrie (Sultan Hamid II) tidak secara detail mendiskripsikan lambang negara kita berdasarkan prespektif 3 (tiga) dimensi. Pada tahun 1950 proses pembuatan dan penyempurnaanya hanya berdasarkan gambar 2 (dua) dimensi. Hal tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan didalam menerjemahkan prespektif gambar Garuda Pancasila dari dimensi yang lebih luas. Lambang negara haruslah menimbulkan kesan pencitraan tentang ketangguhan dan kegagahan, tetapi yang terjadi sebaliknya. Sering saya menjumpai gambar Lambang Negara tersebut dipasang di sudut-sudut jalan dengan interprestasi yang berbeda-beda sesuai dengan selera pemahatnya. Saya menjumpai Garuda Pancasila di Probolinggo, di perempatan Brak Jalan Soekarno Hatta terlihat kurus dan tak terurus. Kasihan saya menatapnya. Sedangkan Burung garuda di Situbondo, tampak sangat gagah, terbang tinggi hingga lupa membawa tameng Pancasila yang selalu berada di dadanya dan pita Bhinneka di cengkeramannya. Sungguh berbeda dengan lambang negara yang dibayangkan oleh Sultan Hamid dan disempurnakan oleh Soekarno-Hatta. Suatu ketika teman saya memberi teka-teki kepada saya. Mengapa lambang negara kita Burung Garuda Pancasila ? Karena garuda sangat gagah, jawabku enteng. Salah !, katanya. Lho, mengapa ? tanyaku... Karena kalau lambang negara kita pakai Kucing, maka cilakalah kita semua......!!! Coba bayangkan.....ketika anda jengkel, lalu membawa sapu lidi untuk mentung kucing yang mencuri ikan di dapur, anda pasti langsung ditangkap Pak RT. Karena lambang negara kamu pukuli. Subversif. Bahkan sangat beruntunglah kita bahwa proklamasi ternyata tanggal 17-8-45 bukannya 01-01-45, bisa cilaka juga kita !!! katanya sambil tertawa. Lambang negara kita menjadi brondol, tidak bersayap dan tidak berekor. Belum lagi kita harus mengganti lirik lagu Garuda Pancasila, katanya sambil berbisik-bisik takut ada yang mendengar. Kucing Pancasila, akulah pendukungmu !!! ah kok gak keren ya ....?! Garuda Pancasila, aku lapendu kemu ....pribang-pribang saku .....ayo maju...maju Saya diam. Jadi ingat Ki Kalamwadi pada kitab gatoloco atau Darmogandul. Ini Ki Kalamwadinya nasionalisme kita.....
---------------------------Jayalah Pancasila--------------------
kurang gagah, sprti ayam. Tanpa Jambul.
Gambar 1 - Di Situbondo : Sepintas sprti Rajawali gak ada tameng
Gambar 2 - Tameng dan Pita yg ketinggalan, dibawahnya
Garuda Pancasila di Jl.Citarum II Jember, tampak lebih menunduk sedih dari Lubang Buaya
Note : Burung Garuda Pancasila Lambang Negara kita, adalah GAGAH PERKASA !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H