Hari itu 5 Desember 2013 dan Tak terasa waktu berlalu sangat cepat, Natal dan akhir tahun sudah di depan mata - dan tersadar bahwa sepanjang tahun ini nyaris tak pernah posting tulisan di kompasiana - semakin membuktikan bahwa menulis itu bukan pekerjaan yang mudah untuk saya lakukan. Sebenarnya tak sesulit ini, juga tak semudah itu. Tapi hari ini sangat senang bisa mencoba (lagi) berbagi coretan ringan yang (mungkin) tak terlalu penting ini.
Sejak awal desember beberapa hari kemarin, seperti biasanya, nuansa Natal sudah mulai terasa disini. Hiasan Natal dan ornamen-ornamen Natal sudah mulai menghiasi pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan dengan pohon Natal dan lampu kerlap -kerlip yang indah serta kidung lagu Natal sudah terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Di rumah beberapa orang teman, pohon natal juga sudah terpajang indah lengkap dengan hiasan pernak-perniknya yang keren. Di rumah kami - di kampung, seharusnya pohon Natal juga sudah dipajang. Biasanya memasuki bulan desember saya sudah bisa menikmati indahnya lampu kerlap- kerlip pohon Natal yang ditaruh dekat pintu tengah supaya bisa kami nikmati dengan leluasa di rumah kami yang sempit dan kecil. Saya tak pernah lupa untuk menelepon kedua adik perempuan saya diawal Desember supaya segera pulang ke rumah untuk memasang pohon Natal, karena biasanya saya sibuk dengan urusan yang tak jelas dan terkesan dibuat-buat, sehingga tak sempat pulang ke rumah; dan sejujurnya saya belum pernah memasang pohon natal di rumah kami - meskipun sudah pernah membantu memasang pohon natal dalam satu acara diluar sana. Tapi tahun ini benar-benar terasa berbeda dengan Natal tahun kemarin dan beberapa tahun terakhir. Saya tidak lagi menelepon kedua adik perempuan saya untuk memasang pohon natal. Bukan karena saya melupakan Natal atau tidak peduli dengan pohon Natal, juga bukan karena terlalu sibuknya aktifitas saya sehingga tidak punya waktu untuk menelepon mereka. Tapi karena adik perempuan saya yang bungsu, Betha, sedang mengabdi di pedalaman Kabupaten Asmat di Papua sana yang hampir tak terjangkau oleh sinyal telepon seluler, dan yang satu lagi, Vera, sudah sangat sibuk dengan urusan pekerjaan dan masa depannya. Saya merasa ada yang kurang ketika tiba dirumah, dikampung, setelah perjalanan yang lumayan melelahkan dari tempat kerja. Iya, seperti yang kalian duga; tidak ada pohon Natal . Tak ada suasana Natal. Beda sekali. Meskipun begitu, senyuman Ayah dan Ibu (yang sebenarnya saya panggil bapa dan mama) yang kujumpai di rumah selalu menghangatkan hati dan memberi semangat baru melebihi kehangatan lampu kerlap-kerlip pohon Natal. Apalagi Mama yang tampak sedang siap-siap berangkat "mar ari kamis" - kegiatan latihan paduan suara kaum ibu setiap hari kamis di gereja kami- hari itu tampil cantik, seperti biasa. Saya segera mengantar Mama ke gereja dan buru-buru pulang ke rumah sebelum Ayah pergi keluar rumah dengan urusannya. Syukurlah, ternyata Ayah masih di rumah. "Pa, pohon Natal tahun lalu masih ada gak?" Tanyaku sembari menaruh helm sembarangan. "Oh iya, kan adek mu yang biasanya memasang itu. Tapi.....," "Ya udah, kita aja yang masang, kan mereka gak sempat pulang" ujarku memotong pembicaraan Ayah. Lalu dengan semangat Ayah segera mengambil pohon Natal tahun lalu yang sudah terbungkus rapi dari tempat persembunyiannya. Satu-persatu kami rangkai dan kami bentuk selayaknya pohon Natal. Setelah terangkai - pohon Natal ini terlihat gersang dan seperti tak ada daunnya. padahal tahun lalu kelihatan rimbun dan segar. Apa mungkin karena layu? padahal inikan pohon Natal dari plastik. bukan live tree. Dengan sedikit perasaan aneh saya tertawa keras melihat hasil pohon natal itu, lucu sekali bentuknya dan rasanya akan sangat malu memajangnya dengan kondisi gersang begini. Dan tampaknya Ayah mengerti maksud tawa itu dan ikut tertawa sambil berkata: "bah, kok lain ini kutengok". Kami Menertawakan kebodohan diri sendiri, itulah yang kami lakukan. Dan setelah memeriksa ulang, kami pun menyadari bahwa ranting-ranting pohon buatan ini harus ditarik - saya tak mengerti bahasa apa sebutannya - supaya mengembang dan tampak rimbun. Hiasan ala kadarnya juga turut kami pasang. tak lupa lampu kerlap-kerlipnya yang beberapa lampu sudah tak menyala lagi. Tapi kami tak menghiraukan itu, yang jelas pohon natal ini sudah jadi dan menyala berkerlap-kerlip. itu sudah lebih dari cukup menimbang kalau Saya dan Ayah tak berpengalaman mengerjakan hal seperti ini. Ini juga sudah tampak bagus menurut kami, meskipun sejujurnya saya tak Percaya Diri untuk memotret pohon Natal itu dan mem-postingnya di sini. Tak terasa Mama sudah pulang latihan koor dan terkejut melihat hasil karya kami. "Wah, ini tampak bagus. Natal t'lah tiba di rumah kita" seru Mama memuji hasil kerja kami. Sejatinya Natal memang bukanlah tentang pohon dengan hiasan lampu kerlap-kerlipnya. Natal adalah kehadiran Sang Juru Damai yang merendahkan diriNya menjadi sama seperti manusia untuk mendamaikan hati manusia yang penuh dosa dengan Tuhan Yang Maha Kudus. Makna Kehadiran Sang Juru Selamat tidak akan pernah kita temui dalam acara perayaan Natal atau di bawah pohon natal hingga kita menemui-Nya dan merasakan kelahiran dan kehadiran-Nya di dalam hati kita. Selamat menyambut Natal 2013 dan Selamat merayakan kelahiran Sang Juru Selamat di hati kita.
"Kita tidak akan pernah menemukan kelahiran Sang Juru Selamat di tempat lain hingga kita menemukannya di hati kita"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H