Kerusakan bumi dengan terkikisnya hutan sebagai ladang paru-paru dunia, hingga menumpuknya jumlah sampah pembungkus belanja (baik online atau offline) perlu disikapi dengan serius. Toko-toko kini tidak henti bersaing mendapatkan atensi konsumen.
Sebagai akibat, alam yang sejatinya tidak memiliki dosa lagi-lagi menjadi korban. Pasalnya, upaya menggait atensi ini membenarkan berbagai cara. Bungkusan/package yang rapi, lucu, dan unik pun menjadi solusi instan memperlaris usaha.
Tidak ada yang salah dengan memperbaiki kualitas barang dagangan. Menjadi masalah jika persentase penggunaan bahan plastik yang biasa dipakai untuk membungkus berbagai jenis barang belanja meningkat secara signifikan.
Belum lagi, dewasa ini berbagai toko mulai mengalihkan bentuk bungkusan menjadi kotak berbahan dasar karton. Secara instan hal ini sangat menguntungkan.
Dari segi waktu pengemasan, keamanan barang, juga estetika yang belum lama ini sangat diagung-agungkan masyarakat. Dari segi kesehatan lingkungan? Tidak ada yang peduli, tentu saja.
Selagi perusahaan pengelola semakin untung, tidak apa jika bumi semakin buntung, begitulah kira-kira. Jangankan menjadi sebuah fokus, toh pemerintah juga kerap mengampanyekan kegiatan konsumtif masyarakat guna melambungkan aktivitas ekonomi yang sehat. Benar, kondisi kantong negara semakin tebal, lantas paru-paru semakin menipis. Kesehatan kulit mulai menjadi hal yang darurat akibat kemurnian air telah ternoda tamak dan keinginan untuk menjadi estetik.
Lantas, hal apa yang dapat kita lakukan? Mulai dari hal kecil. Diet plastik, tidak menggunakan peralatan makan dan minum sekali pakai, dan menempatkan sampah sesuai tempat dan fungsinya. Tidak ada guna menyalahkan ini dan itu, gerakan kesadaran yang paling mungkin untuk kita lakukan sekarang ini sudah lebih dari cukup untuk menyelamatkan bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H