Lihat ke Halaman Asli

Elvinakey

Guru Bahasa Indonesia

Hajatan di Desa Gujarat: Sebuah Cerpen

Diperbarui: 7 April 2021   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lagi-lagi Desa Gujarat gempar. Virus yang tidak lekas-lekasnya hengkang dari kehidupan masyarakat kini semakin meresahkan. Warga desa perlu bekerja, dan mau tak-mau, suka tidak suka pekerjaan masing-masing warga harus tetap berjalan. 

Hanya saja, kali ini diberlakukan peraturan ketat mengenai akses keluar masuk desa. Desa Gujarat tidak lagi memperbolehkan warga yang bekerja di kota untuk kembali ke desa selama beberapa waktu. 

Begitu pula dengan warga desa yang harus mengantarkan hasil tani, pengantaran diperketat dan diminimalisir. Para petani saling membantu memanen hasil tani, kemudian menyepakati seorang dua orang yang akan mengantarkan hasil tani seluruh desa. Sangat berbeda dengan keadaan yang dahulu, ketika para pemborong langsung datang dan mengambil sendiri keranjang-keranjang bambu berisi hasil tani.

Kedai kopi yang semula ramai kini kembali sepi. Hanya satu dua  orang bebal saja yang berkumpul tanpa mempedulikan dampak dari penyebaran virus yang kian lama kian menggila. Pun hajatan dalam berbagai jenisnya telah diberhentikan pula. Beberapa orang merasa rugi, beberapa lagi merasa lega karena tidak jadi bertemu dengan orang banyak. 

Masjid desa masih terbuka lebar, hanya saja, lebih banyak orang yang memilih beribadah di rumah. Virus tidak memandang rumah ibadah atau tidak, atau memandang iman serta jabatan pelayanan seseorang. 

Beberapa orang yang sejak jauh-jauh purnama merencanakan pernikahan mau tidak mau merayakan akad secara singkat di dalam Masjid. Katering yang telah dipesan, tidak dibatalkan, melainkan dibagi-bagikan dari rumah ke rumah oleh pengantin dan keluarganya. 

Beberapa orang menerimanya dengan tulus, beberapa menerimanya, lalu buru-buru meletakkan makanan tersebut di lantai, lalu melangkahinya sebanyak tiga kali sebelum memakannya. 

Harapannya, segala bala maupun virus menyingkir dari makanan tersebut setelah dilangkahi sebanyak tiga kali. Namun, beberapa warga bahkan tidak berani membuka pintu untuk sekadar menerima makanan, memilih membisu di balik jendela atau berteriak bahwa dirinya memiliki pasokan makanan yang cukup banyak, sehingga sungguh mubazir untuk menerima makanan catering. Sangat berbeda dengan hajatan yang dulu diadakan. 

Jika sekarang berkotak-kotak makanan menumpuk ditolak oleh setiap warga desa, dulu setiap orang berebut mengambil makanan yang disediakan oleh pemilik hajatan. Setelah virus menyergap seluruh aktivitas warga, terlalu banyak makanan yang terbuang sia-sia. Padahal, sebagian besar sudah pula disumbangkan kepada panti dan fakir miskin.    

Suasana Desa Gujarat berubah sepi. Semua terlalu sibuk menyelamatkan diri. Pada bulan-bulan pertama penyebaran virus, semua orang masih sangat betah berada di rumah, serasa memiliki libur panjang dan menyenangkan. Hanya beberapa petani yang rutin membajak sawah atau membatak tanah-tanah mereka. 

Semua arahan Pak Talib didengarkan, warga nyinyir tidak terkecuali. Bagi mereka, urusan nyawa berada di depan segala prahara kebencian. Beberapa warga mulai membeli perangkat elektronik. Ada yang membelinya untuk menyokong pekerjaan, ada yang membelinya untuk melancarkan proses pembelajaran si buah hati, ada pula yang sekadar ikut arus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline