Lihat ke Halaman Asli

Dentingan Luka

Diperbarui: 24 Juli 2021   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Picture by Pixabay

Rey,  Desember sungguh tepat kau pilih. Segala kisah harus berakhir gontai, meranggaskan kuncup harapan dalam diriku. Segigil duka bersama rintik hujan, mengetuk pelataran senja. Saat tetesan air mata menyanyi lirihmengalun mengaliri waktu
Rey, walau musim telah berganti namun dentingan luka masih setia,  bergelayut pada keletihan yang tak sanggup kuhadapi. Apakah Kau tahu? Beban ini mengelitik rasa dalam dada ketika kutatap tarian gerimis getir.

Rey, kau bilang cinta padaku namun kau sunting bunga lain, hanya karena harta bertahta kau kira semua bisa dibeli. Cuih! cinta bukan dagangan, sayang.

Rey, haruskah  aku bersulang dan bahagia atas kematian hatiku?  Bumi terasa terbelah dua, semua menjelma bayang dan luka ini tak ada obatnya. Pergilah, tinggalkan aku sendiri !

Rey, Desember membawa pucuk-pucuk hujan. aku berjalan dengan diam  tanpa payung. Bukankah semua harus bergerak, agar terjadi keseimbangan. Namun lihatlah serpihan merah di dadaku, kemanakah  harus kukubur ?

Tangerang,   16 Juli  2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline