"Pak, titip motor ya?" Saya menjerit memanggil tukang jaga parkir di pasar tradisional Angsoduo, Jambi.
Dari jauh, si bapak mengacungkan jari jempolnya, logat bahasanya khas dari wilayah Sumatera Selatan.
Kadang, setelah semua belanjaan saya susun di motor dan ada yang terlupa, si bapak ini bersedia menjaga belanjaan saya di motor hingga saya balik lagi. Itulah sebabnya saya tidak pernah keberatan memberi upah parkir lebih kepada si bapak.
Setiap saya selesai belanja, motor saya sudah menghadap ke jalan. Tinggal nyalakan starter motor, lalu motor saya berlalu tanpa hambatan.
Sudah lama sekali saya tidak berjumpa si bapak tukang parkir ini, apalagi lebih setengah tahun ini waktu saya lebih banyak berada di Kabupaten Indragiri Hilir.
Saya menyesal tidak pernah bertanya siapa namanya, apalagi mengingat kebaikannya setiap saya ke pasar tradisional.
Suatu hari, usai belanja saya panik. Saat hendak menyusun belanjaan di motor, saya kehilangan kunci motor saya.
Posisi motor saya seperti biasa, sudah menghadap ke jalan utama dan masih terkunci. Saya mereka-reka di mana kira-kira kunci motor saya tercecer sambil mencari sosok si bapak untuk dimintai tolong menjaga belanjaan saya di motor.
"Kenapa, mbak?" Tanya si bapak saat menghampiri saya.
"Kunci motorku hilang, Pak. Aku mau balik lagi ke dalam pasar, siapa tahu tercecer di dalam saat belanja."