Beraneka jenis musik, dari yang ditiup, dipetik, ditabuh atau dipukul mempertegas kejayaan Borobudur di masa lalu. 200 relief bertema musik yang berada di 40 panil-nya, sungguh sangat layak menyebut Borobudur pusat musik dunia.
Relief-relief bertema musik tersebut menyajikan berbagai fakta yang menarik dan sarat dengan sejarah musik sejak masa kuno hingga modern.
Kita, patut mengapresiasi upaya Dewa Budjana dan kawan-kawannya untuk membuat replika berbagai alat musik yang terdapat pada relief-relief Borobudur. Sesuatu yang saya yakin tidak mudah. Menebak bunyi atau nada yang dikeluarkan dari alat musik tersebut. Belum lagi bahan baku untuk membuat alat musik tersebut, apakah masih tersedia atau tidak. Misalnya alat musik yang terbuat dari kayu. Apakah kayunya masih tersedia, apakah ada kayu pengganti yang cocok untuk alat musik tersebut.
Di Jambi misalnya, alat musik Gambang yang memainkannya dengan dipukul atau ditabuh, kini semakin langka. Bukan saja karena minimnya regenerasi pembuat dan pemain alat musik tersebut. Namun, kayu Mahang yang menjadi bahan utama membuat alat musik tersebut kini semakin sulit ditemui.
Sound of Borobudur tidak hanya membangun kepercayaan dan kebanggaan diri kita sebagai bangsa yang pernah memiliki peradaban tinggi, terutama di bidang musik. Namun juga harusnya menyadarkan kita untuk merawat berbagai alat musik yang ada di Nusantara ini agar tidak punah. Punah karena tidak ada regenerasi, dan punah karena tidak ada lagi yang mampu atau bersedia membuatnya.
Meski belum pernah ke lokasi Candi Borobudur, saya benar-benar terpukau dengan relief-relief yang bercerita tentang beragam alat musik tersebut. Saya membayangkan pada masa dulu berbagai seniman berkolaborasi di Borobudur, menampilkan pertunjukan spektakuler, menghadirkan lagu-lagu yang harmonis.
Sound of Borobudur harusnya terus digaungkan agar semangat menjaga warisan sejarah terus terjaga, warisan nenek moyang yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Saya jadi teringat ketika mengunjungi kompleks percandian Muaro Jambi. Kompleks percandian Muaro Jambi adakah pusat peribadatan agama Budha terluas di Asia Tenggara. Suatu kali saya menemukan relief di batu candi berupa garis-garus dan bunga-bunga. Petugas museum di Candi Muaro Jambi menjelaskan, bahwa relief-relief di batu candi itu sebagian besar adalah mantra. Ada mantra yang ditulis di relief yang digunakan untuk menjaga tempat tinggal dari niat buruk orang jahat.
Relief-relief yang terdapat di candi, menjadi jejak rekam sejarah yang sangat penting bagi generasi modern. Borobudur mewartakan keberadaannya sebagai pusat musik dunia lewat relief-relief yang dia tampilkan. Kini, sebagian seniman mencoba menerjemahkan relief-relief tersebut ke kehidupan nyata. Mencoba membuat replika alat musiknya, juga memainkannya, sebuah usaha yang harus diapresiasi.
Saya berharap, kelak berbagai musis tanah air dari beragam genre mengadakan konser dengan alat-alat musik yang yang terdapat pada relief-relief Candi Borobudur, dan replikanya sudah dibuat Dewa Budjana dan kawan-kawan.