Bulan Ramadan menjadi istimewa buat saya bukan saja karena ibadah puasanya, shalat tarawih, berbuka puasa, juga tadarus.
Zaman ketika siaran televisi hanya ada TVRI, radio adalah hiburan yang sangat dekat dengan keseharian saya. Ketika Ramadan tiba, jadwal siaran radio pun ikut meramaikan suasana sahur.
Saya jarang melewatkan sahur, meskipun sedang datang bulan, cuma untuk mendengarkan acara sahuran di radio. Saat Ramadan, biasanya radio off air lebih awal, jika biasanya off air di pukul 24.00 WIB, saat Ramadan off air di pukul 23.00 WIB, lalu on air lagi di pukul 02.00 WIB.
Acara favorit saya ketika itu apalagi kalau bukan acara request lagu. Radio swasta jaman dulu sepertinya bersaing dengan program request lagu.
Penyiar menjadi ujung tombak banyak tidaknya pendengar. Kupon request yang dibacakan penyiar akan terasa membosankan jika penyiarnya tidak memiliki selera humor.
Lebih sering penyiarnya yang keluar suara daripada lagu yang diputar, jika pendengar merasa bosan, pendengar akan segera memindahkan channel ke radio lain.
Supaya tidak ketiduran menjelang pukul 02.00 WIB, pulang dari masjid saya menyambung tadarus Al-Qur'an, atau sekadar membaca buku apa saja. Ketika radio mulai on air di pukul 02.00 WIB, saya mulai memasak nasi.
Ketika itu belum ada alat penanak nasi listrik seperti jaman sekarang. Karena seluruh anggota keluarga paham kebiasaan saya yang sering tidak bisa tidur malam, jadilah tugas memasak nasi untuk sahur diserahkan ke saya.
Pukul 03.30 WIB, saya mulai membangunkan seisi rumah untuk makan sahur, dimulai dengan membangunkan orangtua, lalu saudara-saudara yang lain.
Karena kebiasaan saya yang susah tidur di malam hari, saya tidak pernah dilarang tidur setelah shalat subuh. Asal tidak kebablasan hingga adzan shalat dzuhur.