"Tudung saji buat apa?" Tanya Abang saya.
"Buat nyerok ikan." Jawab saya. Lalu saya dan Abang pergi mengendap-endap, takut ketahuan orangtua. Di suatu tempat, teman-teman kami sudah menunggu.
Siang itu, tak peduli panas menyengat, saya, Abang saya dan teman-teman tetangga saya pergi ke sebuah tempat yang banyak kolamnya. Kami tidak tahu siapa pemilik kolam-kolam yang tak terurus itu, seperti lahan tak bertuan.
Sampai di kolam, saya dan teman-teman beraksi. Masuk ke kolam yang penuh lumpur, dengan menggunakan tudung saji saya mulai menyerok air kolam yang bercampur lumpur. Jika beruntung, ada ikan kecil yang terjaring di tudung saji.
Berbeda dengan abang saya, dengan modal mata kail, cacing sebagai umpan, dan tali senar, abang memantau lubang-lubang yang diduga ada belutnya. Abang saya sangat jago memancing belut. Sesekali, dengan pancingan ala kadarnya, abang bisa mendapat ikan gurami seukuran betis orang dewasa.
Meskipun saat pulang ke rumah kami membawa hasil berupa ikan dan belut, tetap saja kami diomelin kakak sulung dan mama. Kakak sulung mengomel karena di rumah, mencuci pakaian adalah tanggung jawabnya. Dan setiap pulang dari kolam, bisa dipastikan pakaian kami penuh dengan lumpur.
Meskipun mama mengomel dan melarang kami ke kolam lagi, ikan dan belut yang kami bawa tetap diolah jadi lauk yang nikmat oleh mama.
Ancaman dan larangan ke kolam, seperti omongan yang masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Setiap siang, selepas Shalat Dzuhur, saat penghuni rumah tidur siang, kami pergi diam-diam. Tak lupa modal tudung saji, ember kecil dan alat pancing. Saya yakin, hal yang sama juga dialami teman-teman tetangga saya.
Begitulah cara saya, abang saya dan teman-teman masa kecil saya melewati waktu menunggu waktu berbuka puasa. Jika selama dua hari kami tidak mendapatkan hasil, kami akan libur ke kolam selama 2-3 hari. Setiap kali melihat empang atau kolam, saya akan bernostalgia dengan kenangan masa kecil saya saat Ramadan.
Kadang, beberapa orang dewasa menakut-nakuti kami dengan mengarang cerita, tujuannya supaya kami tidak lagi berkeliaran di kolam-kolam tak bertuan itu.
Kebetulan di dekat kolam tersebut ada sebatang pohon pulai yang tingginya mencapai kurang lebih 3 meter.