Lihat ke Halaman Asli

Elvi Anita Afandi

FAIRNESS LOVER

Peran Penyuluh Agama (dan Aktor Resolusi Konflik) Hadapi Isu Nabi Palsu di Kota Tebing Tinggi

Diperbarui: 23 Maret 2024   03:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pria mengaku nabi. Sumber: Sindonews

Seorang pria di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara mengklaim dirinya sebagai nabi dan menyerukan pembubaran agama Islam serta melakukan postingan terkait hal tersebut di media sosial yang kemudian menjadi viral. Setelah viral, pria ini ditangkap Polres setempat (19/3/2024) di rumahnya dengan beberapa barang bukti. Proses pemeriksaan bersama saksi-saksi serta gelar perkarapun dilakukan. Akhirnya dia menjadi tersangka. Belum diketahui apa motivnya karena masih dalam penyelidikan polisi.

Kini lelaki itu ditahan dan dijerat Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 45A Ayat 2 Jo Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

Penanganan cepat ini tidak lepas dari kesadaran masyarakat yang semakin kritis dalam menyaring konten media sosial yang memicu kontroversi dan ditanggapi secara sigap oleh aparat setempat.

Pihak-pihak yang berkepentingan, bukan hanya aparat keamanan saja dalam hal ini, namun  aparatur negara lainnya seperti  Penyuluh Agama, terlebih Aktor Resolusi Konflik yang telah mendapatkan pelatihan dari Kemenag dapat lebih proaktif dalam melakukan deteksi dini serta mencegah konflik sosial berdimensi keagamaan di wilayah Tebing Tinggi dan sekitarnya, bersama unsur masyarakat lainnya seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Mengaku nabi hendak bubarkan Islam. Sumber: Viva.com

Ada beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh para Penyuluh Agama terlebih Aktor Resolusi Konflik diantaranya:

  1. Klarifikasi dan Pendidikan: Langkah pertama adalah untuk melakukan klarifikasi dengan individu yang mengaku sebagai nabi palsu tersebut. Bisa jadi, mereka tidak menyadari konsekuensi serius dari tindakan mereka. Penyuluh Agama, terlebih yang telah terlatih sebagai Aktor Resolusi Konflik dapat berusaha melakukan pendekatan, menggali motiv secara lebih mendalam dan kekeluargaan terkait motivnya. Apakah kerena semata adanya unsur misinformasi atau pemahaman agama yang parsial ? ataukah unsur alasan ekonomi? popularitas? Hasutan pihak tertentu ataukah faktor-faktor yang tidak tunggal? Pemahaman atau tingkat pendidikan seseorang juga memiliki peran dalam hal ini. Boleh jadi diawali dengan faktor ekonomi, namun karena ketidaktahuan dampak hukumnya dia tetap melakukan rencananya. Disinilah diperlukan langkah-langka edukatif, bukan semata literasi terkait konflik keagamaan itu sendiri, tetapi juga literasi digital dengan segala dampaknya.
  2. Pendekatan Hukum: Karena kasus ini sudah masuk ranah hukum, maka ini menjadi ranah aparat hukum. Namun pada tahab ini, para Penyuluh Agama terlebih Aktor Resolusi Konflik dapat melakukan pendampingan. Tujuannya adalah kendatipun yang bersangkutan telah melakukan kegaduhan, namun bila latar belakangnya karena ketidaktahuan dan menyatakan itikat baiknya untuk bertaubat dan tidak mengulangi lagi, serta membuat klarifikasi dan permohonan maaf yang dipublikasi di laman-laman media sosial, maka seyogyanya "dimaafkan" dengan pemantauan dari berbagai pihak, baik Penyuluh Agama itu sendiri, aparat keamanan ataupun aparat pemerintah setempat seperti RT dan RW.
  3. Penyuluhan kepada Masyarakat: Penting bagi tokoh agama termasuk di dalamnya para Penyuluh Agama untuk menungkatkan literasi intelektualitas logis dan dunia digital: memberikan penyuluhan, edukasi baik tatap muka maupun digital kepada masyarakat tentang bahaya mengikuti aliran-aliran yang tidak jelas sumbernya, salah satunya seperti kasus nabi palsu ini, dan pentingnya memahami dan mengikuti ajaran agama yang benar serta bijak dalam mengelola media sosial. Ini dapat dilakukan melalui ceramah, pengajaran, atau media lainnya.
  4. Penyadaran Komunitas Lintas Sektor: Penyuluh Agama bersama tokoh agama dan stakeholder lainnya juga dapat bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran komunitas tentang tanda-tanda nabi palsu dan cara menghindari pengaruh mereka.
  5. Penghindaran Konflik: Saat menghadapi situasi seperti ini, penting untuk menghindari konflik yang lebih besar. Penyuluh Agama harus bertindak dengan bijaksana dan tenang, menjaga agar situasi tetap terkendali dan menghindari penyebaran ketegangan atau kekerasan.
  6. Doa dan Pengharapan: Berdoa bagi individu yang terlibat dan berharap agar mereka mendapatkan petunjuk yang benar serta kembali kepada kebenaran juga bagian dari langkah penting ini.

Penting untuk diingat bahwa penanganan situasi seperti ini harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana, dengan fokus pada pendidikan, pencegahan, dan pemulihan. Tindakan hukum atau konfrontasi langsung harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan hanya jika benar-benar diperlukan untuk melindungi masyarakat dan keyakinan agama yang benar. Wallahu a'lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline