Pariwisata halal menjadi tren baru dalam industri kepariwisataan. Negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan maupun Taiwan, menyiapkan model pariwisata halal untuk menyambut wisatawan mancanegara (wisman) dari negara berpenduduk mayoritas Muslim, seperti Malaysia, Qatar, Saudi Arabia termasuk Indonesia
Realita tersebut menginspirasi dosen dari 3 perguruan tinggi, yaitu Abdul Kadir Jaelani (UNS), Sholahuddin Al-Fatih (UMM) dan Ahmad Siboy (Unisma) untuk meneliti model pariwisata halal berkelanjutan
Gayung bersambut, kolaborasi riset mereka mendapatkan hibah Dikti Tahun 2023-2024
"Pariwisata halal itu bukan soal agama ya, tapi tentang hospitality dan kualitas sarpras yang terstandarisasi" ungkap Fatih, salah satu peneliti, dosen FH UMM
Fatih melanjutkan, selama ini masyarakat salah kaprah dalam memahami konsep pariwisata halal serta mengaitkannya dengan isu agama
Model pengelolaan kepariwisataan halal berkelanjutan yang ditawarkan oleh Fatih dan kolega, bertitik tolak pada jaminan hukum serta implementasinya
"Selama ini baru diatur soal pariwisata dalam undang-undang, juga Fatwa DSN MUI, tapi belum ada produk legislasi yang mengatur secara konkret pariwisata halal itu sendiri." Pungkas Fatih
Penelitian yang rencananya akan berlangsung selama 2 tahun (2023-2024) tersebut memilih Bali, NTB dan Kepri sebagai 3 destinasi penelitian. Hasil penelitian berupa buku, artikel ilmiah dan model pengaturan pariwisata halal, yang akan dipublikasikan dan diserahkan kepada pihak terkait, seperti Kemenparekraf, Dinpar hingga Lembaga Legislaslatif. (saf/elv)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H