James frank pria keturunan timur tengah berdarah batak, berbadan kekar kulit sawo matang, alis tebal bola mata kecoklatan. Sebagian besar hidupnya dihabiskan melintas dari benua ke benua, semenjak ayah dan ibunya pergi meninggalkan dunia. James sudah tidak punya siapa-siapa lagi, garis keturunan yang sudah terputus, karena hanya anak satu-satunya.
Kegemaran James bertualang semenjak dari bangku sekolah beberapa organisasi pencinta alam yang sudah di masukinya, sampai mendirikan komunitas sendiri. Tak terhitung lagi koleksi tas, sepatu, tenda, bahkan perlengkapan kemah di milikinya. James memang sudah terlanjur jatuh cinta dengan kegiatan ini.
Masih belum terpikirkan olehnya mencari pendamping hidup diusia yang sudah beranjak dewasa umur 40 (empat puluh) tahun bukan pria muda yang terbayang gagah, otot kekar dada bidang, rahang lebar, kumis dan brerjanggut, mirip artis berry prima muda.
Rumah james memang selalu didatangi oleh pelancong-pelancong dari berbagai negara dan dalam negeri, mereka datang untuk urusan organisasi sosial resmi pemerintah, bahkan komunitas backpacker dari berbagai belahan dunia. Siapa yang tak kenal dengan koeloep community organisasi nirlaba milik james frank, mendapat penghargaan dari berbagai kegiatan pelestarian lingkungan dan satwa.
Sungguh seorang pria sederhana dan bersahaja, bukan tidak banyak wanita yang ingin dekat kepadanya dan menyukainya, bahkan ada yang rela menjadi pelayan rumahnya. Namun semua itu tidak memgalihkan perhatiannya untuk tetap fokus dengan kegiatan yang sedang digandrunginya saat ini.
Barangkali masih banyak impian dan cita-cita james frank yang masih harus di jalani, lika-liku terjal, hambatan, tantangan menjadi penyemangat frank untuk terus memberikan sumbangsih bagi daerahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H