Mudah, bagi kebanyakan orang berkata seolah tanpa jeda dan cela, namun berbeda bagi yang didasari ilmu agama yang kaffah, karena setiap yang didasari ilmu agama yang kaffah, sebelum berucap ia akan berfikir dahulu apa akibatnya.
Namun tak jarang pula insan bertopeng ilmu agama, sedikit berkata, namun sekali saja ia berkata, maka seolah belati tajam menusuk hati pendengarnya.
Remeh, kebanyakan menganggap itu remeh, tapi, sudah terlalu banyak kejadian buruk terjadi, hanya karena seseorang tersinggung dengan apa yang kita ucapkan, maka disitulah setiap orang hendaknya merenungkan kembali apa akibat dari sesuatu yang akan kita katakan, kalau istilah orang Jawa adalah "tepo sliro", tepo sliro lebih berarti bahwa menempatkan posisi seandainya kita berada pada posisi yang disakiti, bagaimana perasaan yang akan kita alami, jika kita menempatkan posisi seperti itu, maka begitulah orang lain jika kita mengucapkan suatu kata yang sama terhadap orang lain di sektiar kita.
Namun, dewasa ini, istilah "tepo sliro"dalam prakteknya telah dilupakan bagi kebanyakan orang, sifat orang yang semakin individualistik, merasa lebih dari yang lain, serta semena-mena terhadap kekuasaan yang dipegangnya, banyak membuat orang lupa akan amanah apa yang sedang dipegangnya, yakni amanah "setiap orang adalah pemimpin dan setiap mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya".
Ketika kita telaah lagi makna yang lebih dalam, mulai dari diri kita sendiri, bahwa setiap anggota tubuh kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban, dimana suatu saat mata kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa saja yang dilihatnya, kaki kita akan dimintai pertanggungjawaban kemana saja ia melangkah, tangan kita pun akan dimintai pertanggungjawaban digunakan untuk apa saja. Karena nanti lidah dan tangan kita pasti akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan saat diberi amanah itu.
Kehati-hatian dalam bertindak dan bertutur kata, terkadang sudah dilakukan, karena takut menyakiti orang lain, namun terkadang kehati-hatian kita, juga bisa saja dinilai kurang baik bagi orang lain.
Begitulah, ketika kita berusaha menyampaikan sebuah kebenaran, akan ada banyak respon dari berbagai pihak, hemat saya, ketika yang kita lakukan tidak melanggar hukum apapun, kita bebas melangkah, demi kebaikan. Karena bagaimanapun kita, kita tidak akan bisa membendung komentar dan tanggapan orang lain terhadap kita. Apalagi sekarang di era yang serba digital, tentunya berbagai respon orang lain tentang kita, akan sangat mudah diakses, sehingga, kita harus mengantisipasi jika terjadi suatu yang kurang tepat.
hal- hal yang harus kita lakukan ketika berhubungan dengan orang lain diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai rasa "tepo sliro". Sederhananya, jika kita sakit diperlakukan tidak biasa, maka jangan perlakukan orang yang sama seperti kita.
2. Hati - hati dalam berucap, apalagi di zaman serba digital ini, tidak jarang orang tersinggung, bahkan melakukan sesuatu yang dapat mengancam diri sendiri dan orang lain. Karena bahkan ketika ita sudah berhati - hati, namun masih saja ada orang lain yang tersinggung dengan ucapan atau perbuatan kita.
3. Apa yang kita ucapkan adalah apa yang ada di fikiran kita, karena itu, berfikir lah positif agar kata maupun tingkah yang keluar dari diri kita adalah juga hal yang positif.