[caption caption="Menhub Jonan Peresmian Terminal Bandara Abd. Saleh Malang (sumber : Merdeka.com )"][/caption]Malang segera memiliki bandara sendiri dan bertaraf internasional yang berlokasi di lahan TNI Angkatan Laut di Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Rencana pembangunan bandara di wilayah Malang, tepatnya di Kecamatan Bantur tersebut sudah mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan Provinsi Jawa Timur. Pembangunan bandara tersebut sepenuhnya pendanaannya dari pemerintah pusat (APBN).
Jika kita melihat dari kacamata bisnis, prospek adanya bandara internasional di Malang itu sangat bagus dan cocok. Sebab, bandara yang sudah ada di Malang saat ini, yakni Bandara Abdulrachman Saleh, pesawat belum berani mendarat pada malam hari dan sering berubahnya kondisi cuaca dan jarak pandang sewaktu-waktu.
Menurut rencana, pada tahun 2019 bandara tersebut sudah bisa beroperasi melayani penerbangan komersial. Pemprov Jatim pun ikut serta mengusulkan dan mendukung wilayah Purboyo, di Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, sebagai lokasi untuk bandara baru bertaraf internasional.
Purboyo dipilih karena kawasan yang berada di wilayah Malang bagian selatan tersebut cukup strategis. Selain dekat dengan Puslatpur Marinir TNI AL, jika terwujud, Bandara Purboyo dapat melayani penumpang domestik yang berasal dari 11 daerah yang ada di selatan dan sekitarnya, yakni Malang Raya, Blitar, Tulungagung, Kediri, Trenggalek, Pasuruan, hingga wilayah Lumajang.
Dari informasi yang beredar di media, usulan tersebut disampaikan Gubernur Soekarwo kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Beliau mengatakan, "Alhamdulillah, Pak Menhub setuju dengan usulan tersebut, apalagi, saat ini pemerintah juga sedang menyelesaikan pembangunan jalan lintas selatan (JLS) yang menghubungkan wilayah selatan Jatim, mulai Pacitan hingga Banyuwangi. Jadi pas sudah."
Perlu kita ketahui bersama bahwa banyaknya bandara internasional akan berakibat pada meningkatnya penerbangan langsung dari dan ke luar negeri dari bandara- bandara tersebut. Penerbangan langsung ke kota-kota di Indonesia hampir dapat dipastikan dari Singapura, Kuala Lumpur, dan Johor, serta penerbangan lintas batas seperti Pontianak-Kuching, Pekanbaru- Melaka, Medan-Penang, dan sebagainya. Dengan adanya penerbangan langsung tersebut, tidak diperlukan lagi perjalanan dari dan ke luar negeri melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Dengan kata lain, pada masa mendatang, kemungkinan besar Kuala Lumpur dan Singapura-lah yang akan menjadi pintu gerbang ke wilayah Republik Indonesia melalui transportasi udara-mengingat jaringan hub and spoke transportasi udara di kawasan ASEAN saat ini sudah dipegang oleh Bandara KLIA, Kuala Lumpur dan Bandara Udara Changi, Singapura. Adanya aliansi antar-airlines, misalnya Star Alliance antara Singapore Airlines, North West, Qantas, British Air, dan sebagainya, juga akan menambah load factor pada rute dari Singapura ke kota-kota di Indonesia.
Dalam penerbangan regional antarbenua dengan pesawat besar, penumpang bisa berhenti di Singapura dan melanjutkan penerbangan ke kota-kota di Indonesia. Jika penumpang dari luar negeri (Eropa, Amerika, dan sebagainya) akan ke Indonesia, penumpang tersebut bisa ke Kuala Lumpur atau Singapura baru melanjutkan perjalanan ke Indonesia. Bagaimanakah dengan Bandara Internasioal Purboyo serta bandara internasional lainnya di wilayah Jawa Timur?
Fenomena yang menarik, misalnya Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, Bandara Adi Sumarmo Solo, Bandara Ahmad Yani Semarang, ketiganya adalah bandar udara internasional dengan beda jarak kurang dari 100 mil. Ketiga bandar udara tersebut diterbangi dari dan ke Singapura. Itu sama saja menempatkan Singapura sebagai pintu gerbang Indonesia, dan tidak ada efisiensi dalam perencanaan antara moda darat dan udara. Masing-masing kota memiliki hubungan internasional sendiri sehingga akan mengakibatkan berkurangnya semangat negara kesatuan. Alangkah baiknya jika di antara tiga kota yang berdekatan tersebut, cukup satu saja bandara internasionalnya, sementara dua bandara lainnya dihubungkan dengan jalan KA atau jalan tol. Misalnya bandara di Jogja saja yang sudah dilengkapi stasiun KA.
Hal inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah Jawa Timur. Di Jawa Timur sudah ada Bandara Internasional Juanda, mengapa tidak dibangun saja moda transportasi terintegrasi layaknya MRT di Singapora yang menghubungkan ke daerah sekitar terutama Malang. Bandara Purboyo akan lebih efisiensi mungkin jika diprioritaskan untuk penerbangan domestik, mendukung penerbangan domestik di Bandara Internasional Juanda yang katanya hampir overload.
Apabila nantinya bandara udara dikelola dari beberapa pihak pun akan terjadi persaingan, serta bisa dipastikan akan terjadi kompetisi antar bandar udara. Ini adalah suatu hal yang baru. Maskapai penerbangan memang memerlukan bandar udara, tetapi bandar udara yang mana?
Ilustrasinya seperti ini: Pihak A membangun dan mengelola bandar udara di dekat Surabaya, yang kemudian berkompetisi dengan Bandara Juanda. Dampak positif dari kompetisi ini: pertama, peningkatan pelayanan; kedua peningkatan kapasitas; ketiga, kedua bandar udara tersebut dapat saling menggantikan jika ada kegagalan operasi pada satu bandar udara; keempat, kompetisi akan menurunkan tarif pelayanan bandar udara.