Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Kalah Pamor

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1385728682130754305

Seperti umum dikatakan, pengguna tekhnologi Internet di Indonesia termasuk kelompok orang-orang tertentu yang cenderung dikategorikan sebagai orang-orang yang cerdas, berpendidikan cukup, objektif, walaupun tidak sedikit pula yang tidak seperti demikian. Mendekati PEMILU 2014, gaung pertarungan semakin keras, beragam prediksi baik formal berupa analisis dan survei berbagai pihak, tidak ketinggalan yang non formal berupa terawangan dan tebak-tebak manggis sebagai pelengkapnya. Saya mencoba memberikan sedikit pandangan terkait "pamor", seperti banyak ulasan maupun hasil survei yang dikeluarkan selama ini menempatkan Jokowi selalu memuncaki sebagai nama yang keluar sebagai kandidat terkuat jauh meninggalkan calon presiden lainnya. Namun dari semua hasil tersebut, ada sedikit yang mengganjal di pikiran saya, karena bila melihat hasil yang dikeluarkan koq ada sesuatu yang kontradiktif dengan keadaan (terutama online) dari masing-masing calon Presiden. Kontradiksi yang ada akan saya sajikan melalui fakta-fakta berikut ini: Sumber Facebook

13857287101113667250

13857287331443594458

Sumber Twitter

13857287911123341337

13857288141843188222

13857288471262087343

Terlihat dari fakta-fakta diatas, sebenarnya menjadi fenomena dan pertanyaan saya adalah? Itu hasil survei sampel yang hanya ribu-ribuan apakah benar-benar menggunakan metode sampling yang objektif? Anggaplah metode samplingnya objektif: Apakah sampel yang hanya ribuan dapat mewakili 185jt pemilih? Bukankah penelitian ilmiah terdapat jumlah prosentase tertentu yang dapat mewakili populasi dan biasanya digunakan 5-10% yang artinya harus menggunakan sampel sebanyak 10-20jt orang. Anggaplah jumlah sampelnya sudah mencukupi: Apakah sampel yang dipilih, adalah sampel yang dipilih dari kantong-kantong suara tertentu atau tidak? Yang artinya membutuhkan tes reliabilitas dan validitas atas metode samplingnya oleh pihak yang independen dan/atau dari perwakilan masing-masing subjek yang menjadi subjek penelitiannya. Sangat jelas angka-angka diatas menunjukan sesuatu, dari facebook Prabowo berada di peringkat pertama dengan pengikut 3jt+ Sedangkan di Twitter SBY berada di peringkat pertama dengan pengikut 4jt+ menurut saya merupakan fenomena sendiri terkait pamor para tokoh tersebut. Soal interaksi dengan rakyat saya pikir Prabowo justru lebih unggul dari Jokowi, karena Prabowo jauh lebih sering berinteraksi ke beberapa wilayah di Indonesia, sebaliknya Jokowi hanya berinteraksi di DKI Jakarta dan sekali-kali ke daerah, sehingga aneh kalau dikatakan Jokowi lebih dekat dengan seluruh rakyat Indonesia, lebih tepatnya rakyat daerah mana? Apakah mungkin pendukung Jokowi memang tidak terlihat besar di dunia online dengan kata lain dapat diartikan mungkin mereka adalah rakyat yang masih gaptek dan tidak memiliki akses, bila itu alasannya saya malah lebih khawatir karena pemimpin kita menjadi sebuah produk media dari pemilih yang diarahkan dan di doktrin oleh media. Sampai pada titik ini, saya bisa jadi sependapat bahwa sebenarnya terdapat pengikut fiktif yang dibuat booming diberitakan seolah-olah berjumlah besar padahal sebenarnya tidak, dan apabila ternyata itu benar, menjadi pertanyaannya adalah, kenapa Jokowi dipaksakan seolah-olah besar, padahal faktanya tidak, ada apa dibalik ini? Mungkin saya salah. Entahlah, yang pasti angka diatas menunjukan fenomena kontradiktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline