Lihat ke Halaman Asli

Eltania Suryani Frans

ordinary person

Pemulung, Kontributor Negara?

Diperbarui: 4 Januari 2017   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang ada di benak kalian saat mendengar kata PEMULUNG? Jijik? Bau? Kotor? Sampah? Hina? Jelata? Dan mungkin yang akan dikatakan anak muda sekarang adalah “iieuuw”, yah itulah yang ada di pikiran kebanyakan orang saat mendengar kata tersebut. Memangnya apalagi yang akan terucap selain kata-kata itu? Adakah yang lebih pantas? Mmm.. orang tunakarya yang tidak memiliki keahlian apapun selain memungut sampah dan barang bekas? Yaaa masih banyak lagi julukan untuk dia yang selama ini turut menghiasi kehidupan sehari hari kita. Yang dianggap sebagai wajah ketidakberhasilan suatu pemerintahan dalam memimpin negaranya untuk mensejahterakan rakyatnya. Lalu apakah benar seperti itu fana nya kaum Pemulung? Apakah mereka benar benar tak memiliki nilai?

Dengan sangat jelas saya berkata TIDAK. Tidak? Mengapa bisa saya beranggapan demikian? Dari mana saya mendapatkan pendapat ini?

Yaa, memang tidak banyak orang yang  menyadari pentingnya peran sosok yang sering kita acuhkan itu. Saat kita menyusuri jalan dan menjumpai sosok itu, yang akan terbesit di dalam hati kita hanya “Hssh, minggir dong!” lalu kita berlalu meninggalkannya, tetapi pernahkah kalian mencoba untuk menoleh ke belakang sebelum meneruskan derap langkah kalian? Tengoklah sosok dekil itu, bayangkanlah bahwa mereka akan punah, apa yang akan terjadi suatu hari nanti? Mungin anak anak muda jaman sekarang masih menjawab “Ga ngaruh lah, hidup gue malah semakin nyaman tanpa pengganggu itu” yap, memang benar. Tapi coba pikirkan sekali lagi jika pemulung itu lenyap dari negri tercinta ini, adakah yang akan memunguti sampah-sampah botol, gelas air mineral dijalanan? Yang berjalan dari rumah ke rumah untuk menampung barang-barang bekas rumah tangga?

Coba pikirkan berapa banyak sampah di Negara ini hari ini? Berapa puluh ton sampah disetiap bulannya? Sampah sampah diseluruh dunia yang semakin hari semakin menumpuk yang nantinya akan mengancam menutup permukaan bumi ini, adakah suatu evolusi baru untuk menangani masalah “sampah” ini? Pemimpin mana yang telah menemukan jawabannya, hingga saat ini tidak ada. Semua  umat manusia hanya terus menambah sampah dan seiring berharap pada waktu yang terus berjalan dapat menguraikan sampah sampah tersebut untuk kembali ke bumi.

Tetapi sadarkah kita bahwa keberadaan pemulung di Negara ini sebagai seseorang yang patut kita sorot. Mereka memiliki andil dalam peran masalah sampah Negara kita. Secara tidak langsung dan tidak kita sadari faksi tersebut telah memberikan kontribusi besar bagi lingkungan dan Negara kita. Mereka berpikir lebih jauh daripada kita, mereka berpikir bahwa sampah masih memiliki manfaat yang dapat di kelola, mereka melakukan tindakan langsung dengan tangan mereka sendiri, sampah masih memiliki nilai guna dan jual yang seharusnya dapat kita optimalkan pengolahannya, kota kota besar dengan hiasan sampah di got gotnya, sampah yang ada di jalanan korban manusia yang tak punya etika membuang sampah, peralatan rumah tangga yang tidak berfungsi lagi, sampah yang berada di stadion bola sisa pertandingan Persija vs Persib, siapa yang akan menjadi pemungut sampah itu lagi kalau bukan Pemulung itu? Akankah anak anak muda sekarang ini?

Berhentilah menilai pemulung dengan sebelah mata, untuk para Pemimpin yang terhormat, masihkah akan beranggapan dengan melenyapkan wajah ketidakberhasilan kepemimpinanmu itu dengan melenyapkan pemulung? Sepertinya belum saatnya, mungkin nanti saat Anda telah berhasil menyadarkan dan mendisiplinkan rakyat Indonesia untuk tidak sembarangan membuang sampah dan menciptakan evolusi untuk masalah Sampah hari ini, barulah Anda dapat menghilangkan sosok-sosok itu. Maka dari itu coba sapalah pemulung pemulung itu, bersyukurlah, dan contohlah dari sedikit yang mereka lakukan dengan semangat walaupun hasil mereka secara ekonomis tidak seberapa. Tapi manfaat dari apa yang telah mereka perbuat adalah hasil yang sebenarnya. Terimakasih banyak pemulung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline