Lihat ke Halaman Asli

Elsya Annisa

Hobi melamun yang mengubah kopi menjadi inspirasi

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

Diperbarui: 5 November 2021   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas di tulis oleh Neng Darra Affiah yang merupakan seorang penulis, pengajar, juga aktivis yang sudah memiliki banyak karya. Buku ini diterbitkan tahun 2017 di Jakarta dan diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 Buku ini terbagi dalam tiga topik utama, yakni Islam dan Kepemimpinan Perempuan, Islam dan Seksualitas Perempuan, dan terakhir Perempuan, Islam dan Negara. Dari ketiga topik utama ini tentu terbagi lagi ke dalam beberapa subtopik-subtopik.

Islam mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan baik itu dalam kasta, jenis kelamin, ras, atau lainnya. Islam mengajarkan semua manusia itu sama, yang berbeda hanya pada ketaqwaannya.  Demikian pula dalam hal kepemimpinan, Islam juga tidak membeda-bedakan untuk menjadi pemimpin.

Karena Islam menganggap semua manusia sama, diciptakan sebagai khalifah (pemimpin) di bumi ini. Kepemimpinan dalam Islam memiliki makna bahwa manusia pada dirinya memiliki tanggung jawab yang harus diemban dan dilaksanakan dengan penuh amanah. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah berbunyi: "Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin" (QS. Al-Baqarah:30).

 Dalam hadits Nabi juga disebutkan: "Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya" (Hadits Riwayat Ibn Abbas). Dari Al-Quran dan Hadits ini bisa kita lihat bahwa Islam tidak membeda-bedakan laki-laki ataupun perempuan menjadi pemimpin. Keduanya berhak untuk menjadi seorang pemimpin, karena untuk menjadi pemimpin tidak melihat jenis kelamin dan gender, tetapi melihat tanggung jawab serta amanah dalam bertugas.

Meskipun begitu, tetap saja pemimpin perempuan Islam jumlahnya masih terbatas, dikarenakan adanya faktor penghambat potensi kepemimpinan perempuan. Potensi perempuan menjadi terhambat dan perempuan menjadi tidak bebas dalam mengekspresikan dirinya. Seharusnya, pendidikan watak kepemimpinan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan, dan tidak mengekang perempuan dengan mengatasnamakan "perlindungan". Perempuan juga harus di latih untuk merasakan jatuh bangun agar bisa memunculkan pendewasaan dalam dirinya.

Biasanya, pemimpin perempuan lahir dari kalangan kelas elite tertentu, yang dalam corak masyarakat tradisional, kepemimpinan ditentukan oleh kharisma bukan dengan kemampuan. Seperti contoh, Megawati Soekarno Putri yang membuat isu Soekarnoisme yang kemudian ia mendapatkan simpati dan menjadi partai pemenang dalam pemilu 1998. 

Tetapi banyak pro kontra yang terjadi, ada yang tidak setuju dengan naiknya Megawati sebagai Presiden karena dianggap bahwa Islam mengharamkan seorang perempuan menjadi pemimpin dengan alasan tidak bisa menjalankan tugas sebagai imam masjid. Kendala dalam Islam adalah munculnya ganjalan teologis dan seorang mullah (ulama konservatif). Ulama ini mengatakan bahwa Al-Quran melarang perempuan menjadi pemimpin. 

Tetapi sebenarnya, Al-Quran menceritakan Ratu Bilqis yang berhasil menjadi pemimpin negeri Saba secara adil, arif, dan bijaksana. Kemudian, menurut Benazir seorang pemimpin perempuan Pakistan menyatakan laki-laki dan perempuan itu kedudukannya sama dimata Allah yang membedakan hanya ketaqwaannya. Tetapi di era millennium saat ini, seharusnya perdebatan mengenai kepemimpinan perempuan bukan lagi didasarkan pada diskriminasi gender dan isu agama, tapi lebih kepada standar kemampuan dan kualitas diri seseorang.

Berkaitan dengan pemerintahan Indonesia, maka bersinggungan dengan otonomi daerah. Kaitan otonomi daerah dengan perempuan adalah masih kurangnya peran perempuan dalam politik daerah. Hal ini dikarenakan potensi dan kreativitas perempuan belum sepenuhnya diberdayakan, terlebih lagi di daerah-daerah. Padahal, perempuan memiliki potensi, kreativitas, dan otonomi diri yang berkualitas. Kurangnya pemberdayaan ini menyebabkan berbagai ruang musyawarah masyarakat kebanyakan diisi oleh laki-laki.

Islam merupakan agama yang segala aspek memiliki peraturan dan tidak boleh sembarangan, termasuk perkawinan. Peristiwa perkawinan merupakan salah satu tahapan yang dianggap penting dalam hidup manusia. Beberapa orang menganggap perkawinan sebagai peristiwa yang sakral, sebagaimana seperti peristiwa kelahiran dan kematian yang diusahakan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Dalam topik kedua, buku ini membahas mengenai Islam dan Seksualitas Perempuan. Tidak hanya dalam Islam, tetapi buku ini memaparkan konsep perkawinan di dalam tiga agama, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline