Lihat ke Halaman Asli

Merayakan Kehilangan

Diperbarui: 9 Oktober 2019   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Beberapa pasang kaki sedang melangkah, entah apa yang sedang mereka kejar. Bagai di kejar waktu, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi yang pasti, aku sangat-sangat suka melihat ini. Aku tidak tahu apa alasannya, yang jelas aku suka melihat beberapa pasang kaki itu. Ya, sekarang aku sedang duduk di bangku yang sepertinya memang sengaja di sediakan untuk orang-orang seperti aku. Aku ini tipe orang yang sangat suka memikirkan sesuatu yang memang menarik perhatianku. Tiba-tiba sesuatu mengagetkan ku. 

"Nak, handphone mu berbunyi dari tadi. Kenapa tidak di angkat?" Kira-kira begitu ucap seorang ibu yang memang ia duduk tidak jauh dariku, aku tidak begitu jelas mendengar suaranya, karena aku masih hanyut dalam lamunan.

"Ah iya, terimakasih Bu." Kataku sembari melempar senyuman.

Buru-buru ku lihat ponselku, ah ternyata dari Rosa. Sebentar, biar ku ceritakan siapa Rosa. Rosa adalah sahabat baik ku, kami menjalin hubungan pertemanan sudah menginjak 6 tahun. Aku tidak pernah berfikir bahwa pertemanan kami akan se-lama ini.

"Hallo?" Ujar ku setelah ku angkat panggilan darinya.

"kau dimana sa?" Tanya Rosa, ku dengar ada nada khawatir disana.

"Seperti biasa." Balas ku dengan cepat.

"Cepat kemari, kau tidak mau kita telat kan?" 

"Iya, aku segera ke sana." Kataku.

Aku masih duduk, tidak ada niat untuk beranjak. Ah, rasanya sangat nyaman. Tapi aku harus kembali untuk menemui Rosa. Aku menghela napas lalu ku angkat tubuhku, ku langkahkan kedua kakiku. Ku lihat kembali orang yang lalu lalang saat itu, aku sangat bersyukur pada Tuhan karena aku masih bisa hidup dan melihat bagaimana indahnya kota Bahagia ini. Meski aku tidak pernah merasakan bagaimana bahagianya mempunyai seorang Papa. Ya, aku adalah anak yatim, tidak mempunyai Papa. Aku tidak tahu bagaimana rupa Papa, karna aku di tinggalkan Papa pada usia kurang lebih tiga tahun. Aku mengenal Papa hanya dari foto saja. Meski begitu aku senang masih bisa melihat rupanya. Waktu itu ibu sempat bercerita sedikit bagaimana Papa bisa meninggalkan kami. Papa mengalami kecelakaan di kota Batu Marmer. Ia di tabrak oleh Angkutan umum yang panjang, sesuatu menghantam kepalanya sehingga terbentur, dan bocor. Darah mengalir dari kepalanya, entah harus bagaimana lagi aku membayangkan nya, rasanya sakit, dadaku berdebar kuat. Aku tidak mau cerita itu di lanjutkan. 

Dari kecil aku di rawat oleh ibuku, pamanku, dan juga kedua kakak ku. Dan saat aku beranjak dewasa pun aku masih tetap di rawat oleh mereka, kecuali pamanku. Sebuah pukulan besar bagiku saat aku harus berpisah dengan paman. Ia adalah orang yang sederhana tapi mampu memberikan apa yang aku butuhkan selama ini. Kata-kata Paman yang ku ingat sampai saat ini adalah 'Kalau Tuhan berkehendak, sekuat apapun kita menghindarinya, tidak akan bisa. Manusia hanya punya rencana.' 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline