Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi telah mewajibkan Mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka untuk mengikuti kegiatan Modul Nusantara dengan harapan agar mahasiswa bisa memperluas wawasannya tentang Indonesia dan memahami budaya di luar daerah tempat asalnya.
Minggu, (18 Februari 2024), kelompok Reak yang beranggotakan 25 orang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 21 perempuan, pukul 08.00 WIB mobil kami berangkat menuju Taman Hutan Raya Ir.H Djuanda yang ditempuh sekitar 30 menit.
Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda yang merupakan bagian dari daerah cekungan Bandung, memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan zaman purba hingga sekarang. Secara geologis daerah ini mengalami perubahan bentuk alam dalam waktu yang lama.
Tahura Djuanda terletak di sebelah utara Kota Bandung berjarak kurang lebih 7 km dari pusat kota, secara geografis berada pada 1070 30' BT dan 60 52' LS, secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung dan sebagian masuk Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Berdasarkan hasil data tata batas yang telah dihitung pada tahun 2003, Tahura memiliki luas area 526,98 ha.
Kami mengunjungi tiga destinasi yaitu Goa Jepang, Goa Belanda, dan Penangkaran Rusa. Saya sangat antusias untuk menjelajahi setiap sudut karena saya tahu Sejarah dengan baik terutama sebagai mahasiswa jurusan pendidikan sejarah.
Ketika, mengunjungi Gua Jepang ini saya pun merasakan atmosfer autentik dari masa lalu seolah-olah telah berubah dimensi. Hal yang sangat meresahkan bahwasanya, pembangunan Gua Jepang tersebut melibatkan penggunaan masyarakat Indonesia secara paksa, yang dikenal dengan istilah Romusha.
Tujuan utama pembangunan Goa Jepang adalah untuk dijadikan sebagai barak militer dan tempat berlindung tentara Jepang. Menariknya lagi, Gua Jepang memiliki bunker-bunker yang masih utuh dibiarkan dalam keadaan asli dan tidak mengalami renovasi hingga saat ini.
Selanjutnya kami beralih menelusuri Goa Belanda, terdapat perbedaan yang membuat saya pun terpukau karena hanya memiliki satu pintu masuk dan satu pintu keluar dengan tinggi sekitar 3 meter. Goa Belanda telah mengalami beberapa kali renovasi, yang menjadikannya tampak kokoh dengan dinding yang disemen. Kami meneruskan perjalanan.
Dari Goa Belanda kondisi track-nya sudah semakin tidur semulus diawal. Akhirnya bertemu i dengan petunjuk arah, penangkaran rusa masih 400 meter lagi. Dari sini kami terus berjalan dan ketemu sungai, menyeberangi jembatan mengitari bendungan milik PDAM Kota Bandung. Penangkaran rusa ini terletak di kaki bukit dan dipagari.
Di dekat pagar ada semacam rumah panggung, kami naik ke sana untuk duduk-duduk melepas penat. Kami melihat rusa-rusa dari atas sana. Dan hal yang membuat saya gembira akhirnya bisa mendengar suara rusa! Selama ini rasanya melihat rusa di kebun binatang hanya diam saja tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.