Lihat ke Halaman Asli

Bambang Sugeng, Pahlawan yang Terlupakan di Temanggung

Diperbarui: 26 November 2021   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kabupaten Temanggung yang hanya dikenal dengan kopinya yang memiliki ciri khas tertentu dan pemandangan alamnya yang bagus dimana Kabupaten Temanggung diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Tetapi, Kabupaten Temanggung juga memiliki sisi historis dimana terdapat salah satu pahlawan yang memiliki jasa luar biasa terhadap kemerdekaan Indonesia serta sebuah jembatan yang menjadi saksi bisu pembantaian masal oleh tentara Belanda.

Sudah 20 tahun saya tinggal di Temanggung, tetapi saya belum pernah sama sekali datang ke Monumen Bambang Sugeng yang hanya berjarak 19 km dari rumah saya. Maka tepat pada tanggal 13 November 2021 saya mengunjungi monumen tersebut dan saya prihatin terhadap monument tersebut dimana sampah berserakan dan lebatnya rumput yang mengelilingi monumen Bambang Sugeng. Hal ini yang membuat saya merasakan sedih dan kecewa dimana pahlawan yang memiliki jasa terhadap kemerdekaan Indonesia justru tidak dihargai di Temanggung.

Pernahkan anda mendengar seorang pahlawan bernama Bambang Sugeng? Atau anda baru saja mendengarnya? Bambang Sugeng merupakan tokoh militer Indonesia serta pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-3 pada 22 Desember 1952-8 Mei 1955. Bambang Sugeng lahir di Tegalrejo, Magelang pada 31 Oktober 1913 dan wafat pada 22 Juni 1977.

Indonesia menyatakan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi, hal ini belum sepenuhnya Indonesia merdeka. Masih panjang perjuangan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Banyak negara yang belum menyetujui jika Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 salah satunya Belanda. Dimana pihak Belanda masih ingin tetap menguasai Indonesia.

Sudah banyak penderitaan yang dialami oleh Bangsa Indonesia baik itu dari segi material dan nyawa. Berbagai upaya yang sudah dilakukan oleh Bangsa Indonesia untuk mengusir Belanda salah satunya yaitu konfrontasi fisik. Salah satu konfrontasi fisik yaitu Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Tepat tanggal 1 Maret 1949 pukul 06.00 WIB, terdengar sirene yang menunjukkan jam malam berakhir di semua penjuru Kota Yogyakarta. Belanda berhasil menguasai Yogyakarta tanggal 19 desember 1948 sehingga Belanda memberlakukan jam malam. Berbeda dengan hari yang lalu, pagi-pagi Kota Yogyakarta mendengar suara tembakan yang menimbulkan serangan yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949. Serangan ini merupakan propraganda Belanda yang menyatakan bahwa TNI sudah hancur saat Belanda menguasai Yogyakarta.

Salah satu pahlawan yaitu Kolonel Bambang Sugeng yang merupakan atasan Letnol Soeharto. Dimana Bambang Sugeng yang memerintahkan bawahannya untuk melakukan serangan terhadap Belanda serentak di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada saat siang hari. Sesuai dengan perintah dari Bambang Sugeng, serangan tersebut dilakukan secara gerilya dimana serangan tersebut dilakukan selama 6 jam dan Belanda berhasil dilumpuhkan.

Beralih dari Serangan Umum 1 Maret 1949, di Temanggung itu sendiri terdapat sebuah jembatan yang di kenal dengan sebutan Jembatan Progo. Jembatan ini merupakan sebuah saksi bisu dimana terjadinya pembantaian masal. Pembantaian ini menewaskan 1000 jiwa lebih yang dilakukan di Jembatan Progo. Pembantaian ini terjadi pada tahun 1949. Korban bukan hanya berasal dari tentara saja melainkan juga dari warga non sipil yang menjadi target pembantaian.

Sebelum dilakukan pembunuhan, korban diikat tangannya dan ditutup matanya oleh pihak Belanda lalu ditembaki oleh tentara Belanda tanpa rasa belas kasihan. Bahkan banyak yang dipenggal kepalanya yang langsung mengarah ke Sungai Progo. Semua korban kemudian langsung di jatuh ke Sungai Progo. Sungai Progo pada awalnya air berwarna hijau menjadi merah karena bercampur dengan darah dari orang-orang yang dibunuh. Betapa kejamnya tentara Belanda terhadap Bangsa Indonesia. Pembantaian ini terjadi salah satunya dikarenakan adanya surat perintah penyerbuan yang ditandatangani oleh Bambang Sugeng karena Belanda tidak terima jika disuruh untuk pergi dari Indonesia dan terjadilah tragedi pembantaian.

Kemudian, pada saat Bambang Sugeng ingin dipenggal kepalanya ia berfikir lebih baik bunuh diri dan menyeburkan diri ke Sungai Progo daripada mati ditangan Belanda. Badannya mengapung dan mengikuti arus sungai tetapi meskipun sudah mengapung Bambang Sugeng belum wafat dan terdampar di pinggir sungai yang kemudian diselamatkan oleh warga sekitar. Bambang Sugeng berkata bahwa ia ingin dimakamkan di dekat Sungai Progo. Tanggal 22 Juni 1977 Bambang Sugeng wafat dan dimakamkan di dekat Sungai Progo, Kranggan.

Kecintaannya Bambang Sugeng terhadap Temanggung memang patut untuk diapresiasi. Tepat di sebelah timur terminal bus Kota Temanggung terdapat bukit yang merupakan berdirinya monumen Bambang Sugeng. Dimana dalam monumen tersebut terdapat patung dan tangannya Bambang Sugeng mengarah ke Sungai Progo. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana kekejaman yang telah dilakukan oleh tentara Belanda terhadap Indonesia khususnya masyarakat Temanggung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline