Lihat ke Halaman Asli

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dalam Pemberitaan Kasus Pembunuhan

Diperbarui: 4 Januari 2023   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jurnalistik adalah kegiatan mencari, mengolah, menulis, serta menyebarluaskan informasi kepada public melalui media massa. Definisi jurnalistik yang dikemukakan oleh Roland E. Wolseley dalam buku Understanding Magazines (1969) adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan. 

Kegiatan jurnalistik biasanya dilakukan oleh jurnalis atau yang biasa disebut sebagai wartawan. Dalam melakukan jurnalistik ini, para jurnalis membutuhkan kode etik agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik.

Secara umum, kode etik merupakan pedoman kerja untuk profesi tertentu agar para pekerja dapat bertanggung jawab atas segala pekerjaannya dan agar para pekerja mengetahui baik buruknya suatu tindakan dalam pekerjaan tersebut. Begitu pula untuk Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dengan adanya kode etik ini, para jurnalis diharapkan dapat bekerja dengan independen dan profesional. 

Selain itu, kode etik jurnalistik juga melindungi para jurnalis dalam melakukan kegiatannya, juga melindungi masyarakat dan hak-hak narasumber sebagai manusia. Seperti yang tertera pada Pasal 7 : "Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanna, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Independen di sini maksudnya, tidak terpengaruh oleh campur tangan negara dan pemodal yang muncul dengan sengaja maupun tidak disengaja. Profesionalitas jurnalis dapat dilihat dari dua aspek yakni hati nurani dan keterampilan. 

Dilihat dari sisi hati nurani, jurnalis dapat dikatakan profesional jika menjaga dan mematuhi kode etik jurnalistik serta melakukan kewajiban moral. Lalu, jika dilihat dari sisi keterampilan, jurnalis dapat dikatakan profesional jika memiliki kemampuan teknis jurnalis yang sesuai dengan bidangnya.

Namun, dalam melakukan pekerjaannya, jurnalis hanyalah manusia biasa yang juga akan melakukan beberapa kesalahan dan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik. Beberapa jurnalis mungkin ingin menaikkan insight dari para pembaca dan menaikkan rating dari para penonton berita sehingga mereka melakukan beberapa hal yang melanggar kode etik jurnalistik.

Dalam artikel ini, saya akan membahas satu kasus pembunuhan yang menurut saya telah melanggar poin dari kode etik jurnalistik yaitu kasus pembunuhan seorang sopir Go-Car di Provinsi Sumatera Selatan yang dilansir dari detik.com pada 4 April 2018. Saya mendapati pemberitaan kasus ini telah mengarah pada pelanggaran pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi : "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul."

Pemberitaan kasus ini sudah mengarah kepada pemberitaan yang sadistik jika diperhatikan dari segi penulisan beritanya. Pemilihan beberapa kata membuat berita ini cenderung sadistik

Berita dimulai dengan "Ari Tri Sutrisno (32) dan Aldo Putra Zainuddin (25) dihukum penjara seumur hidup. Keduanya terbukti mencincang sopir Go-Car, Edwar Limba menggunakan samurai dan golok hingga tewas."

Dalam kalimat pembuka berita, sudah terdapat dua kata yang sadis untuk menggambarkan kejadian pembunuhan yang terjadi. Dapat dilihat melalui pilihan kata 'dicincang' dan 'tewas'. Terdapat kata lain yang dapat dipilih untuk menggambarkan kronologi pembunuhan tersebut, seperti 'dihabisi' dan 'tidak bernyawa'

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline