Lihat ke Halaman Asli

Elsa Ratna Wulandari

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tokoh-tokoh Angkatan Balai Pustaka

Diperbarui: 13 Juni 2022   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Balai Pustaka merupakan suatu angkatan dalam periodisasi sastra yang terkenal dengan sebutan angkatan 20 atau angkatan pembangkit, karena lahir pada masa kebangkitan sastra Indonesia yaitu pada periode tahun 1920 sampai tahun 1942. 

Pengarang angkatan ini juga sangat produktif terhadap karya-karyanya yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka. Puncak karya sastranya adalah novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Berikut adalah pengarang-pengarang angkatan Balai Pustaka:

1. Merari Siregar

Merari Siregar lahir pada 13 Juli 1896 di Sipirok, Sumatera Utara. Di Sipirok ia menjumpai permasalahan khususnya mengenai adat, misalnya, kawin paksa yang terdapat dalam lingkungannya. Setelah dewasa dan menjadi orang terpelajar, hati kecilnya ingin mengubah sikap masyarakat yang berpandangan kurang baik khususnya masyarakat di daerah Sipirok.

Ia pernah bersekolah di Kweekschool Oost en West di Gunung Sahari, Jakarta. Pada tahun 1923, dia bersekolah di sekolah swasta yang didirikan oleh vereeniging tot van Oost en West, yang pada masa itu merupakan organisasi yang aktif memperakiekkan politik etis Belanda. Merari Siregar wafat di Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941.

Karya-karyanya: Novel Azab dan Sengsara, Binasa Karena Gadis Priangan, Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi, Cinta dan Hawa Nafsu, Si Jamin dan si Johan.

2. Marah Roesli

Marah Roesli lahir pada 7 Agustus 1889 di Padang, Sumatera Barat. Ayahanya Sultan Abu Bakar, yaitu seorang bangsawan Pagaruyung dengan gelar Sultan Pangeran. Sedangkan ibunya berdarah Jawa keturunan Sentot Alibasyah.

Meski terkenal sebagai sastrawan, Marah Roesli sebenarnya adalah dokter hewan. Ia tetap menekuninya hingga menjadi Dokter Hewan Kepala dan pensiun dan pensiun pada tahun 1952.

Keinginan Marah Roesli menjadi sastrawan sejak ia masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumateta Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku sastra

Marah Rusli meninggal dunia pada 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline