Lihat ke Halaman Asli

Elsa Arta Prayogo

Mahasiswa 23107030003 UIN Sunan Kalijaga

Menelusuri Makna Lebaran Ketupat Bagi Masyarakat Kejawen Desa Manggung, Ngemplak, Boyolali

Diperbarui: 17 April 2024   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasiana.com - Gambar ketupat yang telah dimasak. (Dokumentasi pribadi/Elsa Arta Prayogo)

Ketupat merupakan makanan yang biasanya dihidangkan saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Namun, bagi sebagian masyarakat, ketupat tidak dihidangkan saat Hari Raya Idul Fitri, melainkan ada waktu tersendiri untuk memasak, menyajikan, dan menyantapnya. Ada momen tersendiri setelah lebaran untuk menikmati hidangan ketupat, masyarakat menyebutnya sebagai Lebaran Ketupat.

 

Lebaran Ketupat atau di daerah lain dikenal dengan istilah Riyoyo Kupat, Kupatan, dan Bakda Kupat merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Tradisi Lebaran Ketupat ini biasanya dilaksanakan satu minggu atau tujuh hari setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri. 

Perayaan Lebaran Ketupat atau Kupatan di tahun 2024 ini bertepatan pada tanggal 17 April 2024, atau 8 Syawal menurut kalender Hijriah, tepat satu minggu setelah lebaran Idul Fitri. Bagi masyarakat yang merayakan, mereka membuat ketupat, memasaknya, dan kemudian membagikan ketupat tersebut kepada orang terdekat, seperti keluarga dan tetangga. 

Kompasiana.com - Ketupat disajikan dengan sambal goreng dan bubuk kedelai. (Dokumentasi pribadi/Elsa Arta Prayogo)

Filosofi Ketupat

Ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dan dimasak dalam wadah anyaman daun kelapa (biasanya disebut sebagai janur). Beras yang telah dimasukkan ke dalam janur direbus hingga matang atau warna janur menjadi kecoklatan. Ketupat yang sudah matang tersebut kemudian bisa disajikan dengan menu lain, seperti opor ayam, sambal goreng, rendang, serta hidangan lainnya. 

Lebaran Ketupat bukan hanya momen lebaran untuk menikmati makanan kupat, tetapi momen ini memiliki makna filosofis yang mendalam. Dilansir dari laman detik.com, Lebaran Ketupat telah ada sejak abad ke -16, atau sejak zaman Kesultanan Demak. Tradisi lebaran ini kemudian berkembang hingga sekarang. 

Tradisi ini erat hubungannya dengan salah satu wali songo, yakni Sunan Kalijaga. Dahulu, tradisi lebaran ketupat dijadikan sarana untuk menyebarkan agama Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Pada masa itu, tradisi Lebaran Ketupat dirayakan bersamaan dengan tradisi selamatan, yang pada saat itu diyakini oleh masyarakat sebagai bentuk syukur kepada Tuhan dan sarana untuk silaturahmi setelah Hari Raya Idul Fitri. 

Kata ketupat dalam bahasa Jawa memiliki makna "ngaku lepat" yang berarti mengakui kesalahan. Sementara dilansir dari Kumparan.com, kata kupat merupakan kependekan dari "laku papat" atau "empat tindakan" spiritual, yakni: 

  • Lebaran, yakni berasal dari kata "lebar" yang artinya usai atau selesai. Lebaran menandakan berakhirnya waktu menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. 
  • Luberan, yakni berasal dari kata "luber" yang artinya meluap atau melimpah. Luberan dalam hal ini diartikan sebagai ajakan untuk saling berbagi rezeki dengan berzakat dan bersedekah kepada mereka yang berhak menerimanya.
  • Leburan, yakni berasal dari kata "lebur" yang artinya melebur atau menghilangkan. Artinya mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memberi maaf. Dengan begitu, dosa-dosa dan kesalahan menjadi lebur/terhapuskan. 
  • Laburan, yakni berasal dari kata "labur" atau kapur untuk memutihkan dinding rumah dan menjernihkan air. Laburan bermakna agar manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline