Lihat ke Halaman Asli

Pajak dan Bea Cukai dalam Pandangan Islam

Diperbarui: 17 Desember 2022   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak dan bea cukai merupakan salah satu sumber pemasukan terbesar dana APBN di indonesia.
Umumnya, hasil pajak yang dipungut pemerintah digunakan untuk membangun fasilitas umum serta pengeluaran negara lainnya.

Pajak dipungut bagi warga yang telah mencapai pendapatan yang diatur dalam ketentuan undang-undang perpajakan. Begitu juga dengan bea cukai. Lalu, bagaimanakah pemungutan pajak dan bea cukai menurut islam, apakah diperbolehkan?

Dalam bahasa arab, pajak disebut dengan Al-Maks, Al-Usyr, maupun Adh-Dharibah, yang berarti "pungutan yang diperoleh dari rakyat oleh para pemungut pajak"
Yang kita ketahui, umumnya pajak adalah iuran wajib setiap wajib pajak kepada pemerintah untuk membiayai keperluan negara dan wajib pajak akan memperoleh imbalan secara tidak langsung seperti adanya fasilitas umum.

Pada zaman nabi muhammad saw, pajak dikenakan hanya kepada orang kafir yang mengelola atau menggunakan tanah kaum muslimin yang dikenakan berupa sewa (bukan pajak). Pungutan pajak diperbolehkan dengan syarat ketika kondisi baitul mal sedang kosong

Sebagian ulama berpendapat bahwa pajak merupakan kezaliman karena didasarkan atas paksaan bukan suka rela.
Nabi muhammad saw bersabda "tidak akan halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan pemiliknya". Hal tersebut merupakan salah satu alasan mengapa islam melarang pemungutan pajak

Bagi umat muslim membayar zakat merupakan suatu kewajiban. Dan hal tersebut bisa menjadi salah satu faktor pengurang jumlah pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah. Karena pada dasarnya, tujuan pajak dan zakat itu sama. Perbedaannya hanya terletak jika zakat diperuntukkan untuk kaum muslimin sedangkan pajak untuk penduduk negara tersebut tanpa pandang agama yang dianut

Secara garis besar, bea cukai memiliki 2 fungsi utama yakni yang pertama melindungi, dimana dimaksukan agar barang yang masuk tidak merugikan negara baik secara finansial, keamanan, maupun perubahan sosial budaya.
Seperti menahan kebutuhan pokok masyarakat, transaksi ilegal dan lainnya.

Dalam menentukan diperbolehkan atau tidaknya pemungutan bea cukai menjadi perdebatan ulama, karena fungsi yang kedua yakni penghimpun dana, atau disebut dengan Al-Maks dalam bahasa arab. Sedangkan Al-Maks sendiri merupakan pengurangan atau penzaliman. Secara umum berarti pungutan yang diambil dari pedagang yang memasuki sebuah negeri (Kamus Mu'jam Al-Wasith, 2011)

Para ulama sepakat bahwa Al-Maks adalah haram. Hal ini karena dilandasi beberapa dalil berikut ini :
Dari Abdulllah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al-Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina.
Nabi muhammad saw bersabda "Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik Maks bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya" (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

Adapun Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa memungut uang selain zakat kepada rakyat diperbolehkan dengan syarat kondisi keuangan negara sangat membutuhkan dan baitul mal kosong. Namun jika kondisi itu terbalik, baitul mal masih ada maka dilarang untuk melakukan pemungutan dana selain zakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline