Pelajaran yang bisa langsung terinstal kedalam diri kemudian berubah menjadi bentuk kesadaran "Ah aku harus menjadi lebih baik lagi , "Ya aku harus bersyukur" atau "Aku harus kerja keras sepuluh kali lipat dari sebelumnya" atau pelajaran yang diam-diam membuat kita rendah hati tanpa disadari. Darimana biasanya pelajaran itu kita dapat?
Jika didalam kelas atau ruang-ruang perkuliahan kita hanya berlomba mengejar angka-angka. Atau menonton acara Talk Show Motiviasi yang bertebaran di telivisi efeknya hanya membuat kita lihai memindahkan kata-kata motivasi itu ke layar-layar sosial media dengan foto yang sama sekali tidak sinkron. Parahnya kata-kata motivasi yang di comot itu bukan ter-instal dengan baik lewat prilaku tapi malah jadi bumerang, hanya untuk terlihat bijaksana di sosial media.
Jika kita peka pelajaran itu bertebaran di habitat sosial tempat kita berada dan bentangan alam semesta. Pernah mendengar atau sekilas terbaca tagline "Alam adalah guru terbaik"?, waktu itu hanya membacanya sekilas, tagline itu lewat saja. Saya tidak mengerti sama sekali.
Pertengahan tahun 2015 saya menyebrangi bentangan laut, Selat Sunda. Dari pelabuhan Bakauheni di Lampung menuju pelabuhan Merak di Cilegon Banten. Menyebrangi Selat Sunda saya dan teman-teman, mobil-mobil, dan penumpang lainnya diangkut oleh Kapal Feri besar. Melihat manusia yang ratusan jumlahnya, mobil-mobil besar dimasukan kedalam Kapal Feri membuat saya kagum, betapa canggihnya peradaban manusia sekarang. Peradaban yang membuat teknolgi dapat membuat benda seberat Kapal Feri bisa mengapung di lautan.
Ditengah lautan, di kala matahari yang seakan tenggelam di pinggir lautan. Di kala burung hilir mudik dan angin sore menerpa wajah. Saya baru sadar "Ah betapa kecilnya saya, betapa kerdilnya kita manusia ditengah lautan ini". Bahkan Kapal Feri yang tadi kelihatan besar,canggih dan gagah tidak ada apa-apanya ketika berada di tengah lautan . Diatas Kapal Feri itu saya seperti daun kering yang terombang -ambing angin. Bahkan saya merasa lebih kerdil dari pada Ikan Teri !. Setidaknya jika Kapal Feri yang saya tumpangi itu tenggelam seperti cerita kapal Titanic, gerombolan ikan-ikan Teri yang berenang di buritan Kapal Feri masih bisa leluasa berenang hah. Sedang saya dan penumpang-penumpang lainya bisa apa?.
Lantas kenapa kita sering merasa gagah dan pongah ?. Saya kira kita ini belum sampai dan tidak akan pernah sampai pada porsi untuk merasa gagah dan Pongah di tengah alam semesta ini.
Waktu pertama kali masuk kerja, pertama kali lembur saya merasa terjebak, kerja tidak sesuai Fashion. Saya merasa kerja saya lebih besar pasak dari pada tiang, merasa gaji tidak sesuai dengan beban yang di emban. Ketika saya sedang makan siang saya melihat rombongan anak kecil laki-laki yang kira-kira kelas empat atau kelas lima sekolah dasar menjajalkan kerupuk di di jalan berdebu dan dibawah terik matahari. Mulut-mulut kecil-kecil mereka saling bergantian meneriakan "Kerupuk, Kerupuk, Kerupuk, Kerupuk enak murah meriah" .
Pulang kerja saya singgah sebentar ke minimarket, di minimarket saya berjumpa lagi dengan anak-anak penjual kerupuk itu. Mereka belum pulang, mereka duduk di teras minimarket, berteduh dari rinai-rinai hujan yang mulai deras. Waktu itu hampir menjelang isya, kulihat gantungan plastik kerupuk mereka tidak banyak berkurang, mungkin cuma laku dua sampai tiga plastik. Ah betapa tangguhnya anak-anak itu. Semangat mereka sangatlah besar, tidak seperti saya.
Saya malu, saya merasa gantungan kerupuk-kerupuk itu mentertawakan saya. Saya malu dengan bahu hitam anak-anak itu, malu dengan bahu kecil mereka yang hitam karena sengatan matahari. Bahu-bahu kecil hitam anak-anak itu mengejek saya. Saya ini manusia kerdil, manusia tidak tahu rasa syukur!!
***
Setelah tamat sekolah, setelah kita wisuda pelajaran sebenarnya baru akan dimulai.