Lihat ke Halaman Asli

Publikasi Karya Ilmiah untuk Kelulusan Sebaiknya Ditunda

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1329136087128297367

[caption id="attachment_170710" align="alignleft" width="284" caption="(goegle.com)"][/caption] "Kebijakan tentang publikasi karya ilmiah mahasiswa strata satu di jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan sebaiknya ditunda pelaksanaannya,"demikian Budi Wignyosukarto, Staf Ahli Bidang Pendidikan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. "Meskipun kebijakan Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) itu untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, belum saatnya diberlakukan," katanya di Yogyakarta, Senin (13/02/2011). Menurut Budi Wignyosukarto , sebelum memberlakukan kebijakan itu pada Agustus 2012, pemerintah sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan dengan baik sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjaga kualitas dan kredibilitas sebuah karya ilmiah sebelum dipublikasikan secara luas. "Misalnya, jurnal ilmiah harus ada aturan seleksinya, sehingga tidak semuanya bisa masuk. Hal itu membutuhkan proses, sarana, dan prasarana yang memadai," kata guru besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu. Menurutnya saat ini sudah ada aturan untuk menjaga kualitas dan kredibilitas karya ilmiah, yakni Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, untuk mencegah terjadinya penjiplakan karya ilmiah milik orang lain. Namun, menurut dia, regulasi itu belum dilaksanakan dengan baik, padahal di dalamnya tercantum berbagai sanksi jika seorang mahasiswa melakukan plagiat karya ilmiah milik orang lain. Sanksi itu di antaranya teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa, pembatalan nilai mata kuliah, pemberhentian tidak hormat, dan pembatalan ijazah. "Aturan itu saja belum dijalankan dengan baik oleh kampus. Jika nanti karya ilmiah yang menjadi syarat kelulusan itu ditulis sembarangan dan masuk jurnal akan banyak kerugiannya," katanya. Lanjutnya bahwa untuk menerbitkan jurnal ilmiah wajib memberikan laporan ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sehingga jurnal yang akan diterbitkan mendapatkan International Standard Book Number (ISBN). "Ada syarat tertentu untuk menerbitkan jurnal ilmiah dan tidak mudah, misalnya membuat jurnal ilmiah di UGM, penulisnya harus dari perguruan tinggi lain, jika tidak, isi jurnal tersebut dianggap tidak berkualitas," katanya. Menurut Budi Wignyosukarto , saat ini jurnal ilmiah yang ada baru mencapai 2.000 buah. Untuk mahasiswa strata dua (S2) dan strata tiga (S3) memang wajib melakukan publikasi karya ilmiah, tetapi untuk menampung karya ilmiah jutaan mahasiswa strata satu (S1) itu sulit. "Jika membuat jurnal hanya untuk pamer karya ilmiah, maka akan hilang maknanya," kata mantan Koordinator Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline