Kemenristekdikti pada 2 Januari 2018 mengeluarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penggabungan dan Penyatuan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang menjadi dasar isu merger (penggabungan/penyatuan) perguruan tinggi belakangan ini.
Pemerintah membuat peraturan tentang merger untuk mengurai persoalan mutu pendidikan tinggi di Indonesia yang rendah. Data statistik menunjukan hingga Tahun 2019, secara nasional dari 4.621 perguruan tinggi di Indonesia, 48% belum terakreditasi, 32% terakreditasi C, 18 % terakreditasi B dan 2% atau hanya 92 perguruan tinggi terakreditasi A (Statistik Pendidikan Tinggi 2019, Kemenristekdikti).
Poin krusial di sini yakni hampir setengah bagian atau sekitar 2.218 Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia belum terakreditasi. Layak tidaknya penyelenggaraan PT ditentukan oleh akreditasi minimum. Jika PT tidak terakreditasi, PT tersebut tidak boleh beroperasi dan sudah seharusnya dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan Permenristekdikti yang berlaku.
Sebulan lalu, program merger mencuat lagi ke permukaan setelah dalam sebuah konfrensi pers, Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek yakni Paristiyanti Nurwardani mengatakan, "lebih dari 1600 PTS akan dibina pada tahun ini dengan program merger PTS. Kami harap teman-teman PTS yang akan merger adalah PTS di bawah 1.000 orang", katanya dalam konferensi pers daring pada Kamis 29 April 2021 yang diakses dari TribunNews.Com.
Pernyataan di atas perlu dibedah secara baik. 1600 PTS akan dibina dengan program merger, itu pasti. PTS di bawah 1000 orang akan dimerger, adalah harapan. Sesditjen dikti tahu bahwa persoalan merger tidak begitu gampang. Maka dia berharap PTS dengan jumlah mahasiswa dibawah 1000 bersedia ingin dimerger.
Mengapa butuh kesediaan, karena sesuai dengan Permenristekdikti No. 3 Tahun 2018 menempatkan alasan pertama penggabungan jika PTS-PTS tersebut memiliki visi yang sama dan bersedia untuk membentuk satu lembaga penyelenggara (Berupa Yayasan, Perkumpulan) yang baru.
Namun pernyataan berupa harapan di atas telah menimbulkan polemik di masyarakat. Beberapa media ikut meyebarkan informasi bahwa benar PTS dengan jumlah mahasiwa di bawah 1000 pasti dimerger. Padahal pernyataan Sesditjen dikti di atas masih berupa harapan bukan menjadi kewajiban atau keharusan.
Opini publik bergulir tak terbendung. Kelompok masyarakat tertentu memandang negatif terhadap PTS dengan mahasiswa di bawah 1000 orang pasti akan "ditutup" dan dimerger/digabungkan. Sedangkan kelompok lain memandang wacan ini hanya isapan jempol belaka dan susah untuk direalisasikan. Namun sebelum polemik ini berkembang lebih jauh, mari kita periksa dulu alasan yang tertera pada Permenristekdikti No. 3 Tahun 2018.
Dasar pertimbangan penetapan yang tertuang dalam naskah Permenristekdikti No. 3 Tahun 2018 adalah bahwa untuk penguatan PTS dan untuk melaksanakan ketentuan pasal 16 ayat (6) Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016.
Lebih jauh pada bagian lampiran dijelaskan dua alasan merger, pertama, terdapat kesamaan visi pada beberapa PTS, sehingga penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) baru di bawah pengelola 1 (satu) Badan Penyelenggara baru akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS yang baru.