Atapupu sebagai salah satu daerah perbatasan dengan Negara tetangga Timor Leste memiliki kekhasan sejarah. Dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Timor Indonesia, Atapupu sudah dikenal oleh pedagang Cina sejak abad ke-15.
Daerah ini menjadi daerah tujuan untuk berlabuh dan berdagang oleh orang Cina. Maka tak heran ketika abad ke-18, seorang Misionaris Jesuit mengunjungi Atapupu, ia menemukan kampung Cina yang memiliki 300-an jumlah penduduk.
Tahun 1879 pada masa kunjungan Misionaris J. Kraaivanger SJ ke Atapupu dari Larantuka sebelum paroki ini terbentuk, Ia menemukan daerah ini memiliki penduduk yang beragam. Selain penduduk Pribumi yang memiliki kekhasan fisik berkulit sawo matang, Atapupu juga didiami oleh 300-an orang Cina.
Ciri-ciri fisik mereka mencolok dibandingkan orang pribumi dengan mata sipit, berkulit putih atau kuning, dan rambut lurus. Dengan jumlah penduduk yang banyak dapat dipastikan pada tahun itu, mereka sudah lama menetap di daerah Atapupu. Mereka menetap di sebuah teluk dekat pelabuhan dan sekarang dikenal dengan nama Namon Ulun.
Rumah tinggal mereka yang layak yakni rumah "batu/tembok" (Rumah Semi Permanen) dan tergolong mewah pada masa itu dibandingkan dengan rumah tinggal pribumi yang beratap gewang dan berlantai tanah. Salah satu dari rumah tua kemudian dibeli pada Tahun 1883 oleh Kraaivanger dan menjadi rumah tinggal sekaligus Gereja.
Rupanya rumah yang dibeli ini memiliki konstruksi yang kuat. Walau sudah berusia puluhan tahun ia tetap kokoh berdiri ketika diterpa guncangan gempa Krakatau 1883 yang dasyat.
Timbul pertanyaan di manakah ke 300-an orang Cina yang waktu itu sudah mendiami Atapupu sementara sekarang hanya dapat dijumpai belasan kepala keluarga keturunan Cina? Bisa saja mereka kemudian memilih berpindah ke Ibu kota kabupaten untuk berdagang dibanding tetap menetap di Atapupu.
Misalnya: Saya pernah menemukan dua buah toko berbeda di kota Maumere dan Kefamenanu dengan nama Atapupu. Mungkin saja pemilik toko ini memiliki hubungan kekerabatan dengan Orang Cina waktu itu di Atapupu sehingga nama toko ini Atapupu.
Dari catatan singkat misionaris ini, dapat dipastikan bahwa pada abad ke -18 Atapupu sudah memiliki satu bentuk peradapan sebelum kota-kota yang lain di Timor berkembang.
Daerah ini sudah memiliki pelabuhan untuk berdagang, surat menyurat dan pendelegasian kekuasaan pemerintahan. Hampir dipastikan lebih dari satu buah kapal sering berlabuh di Atapupu. Kayu cendana dan hasil bumi lainnya dikirim melalui pelabuhan ini.
Komunikasi pemerintah VOC dengan wakil yang ditempatkan di Atapupu dilakukan melalui pelabuhan ini. Jalur komunikasi para misionaris dengan pimpinannya di Batavia melalui surat melalui pelabuhan ini. Ketika kapal tiba, barang dagang datang, surat, sumber informasi dan pengetahuan pun tiba.