Lihat ke Halaman Asli

New Normal; Antara Terpaksa dan Dipaksa

Diperbarui: 30 Mei 2020   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini dunia dipadati dengan suguhan informasi dan berita, baik di media masa cetak dan online, ataupun media sosial, hinggga hingar-bingar obrolan tak berdasar menghiasi isi kepala manusia awam hingga otak jenius-pun ikut di dalamnya.

Telinga hingga hampir pekak dibuatnya, mulut hingga hampir jontor, mata dipaksa dan terpaksa harus melotot menikmati suguhan tontonan dari berbagai penjuru. Ini semua tak lain dan tak bukan disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang kian meraja lela, meluluh lantahkan manusia seisi bumi tanpa terkecuali.

Semua ketakutan, mencekam, penuh misteri, dan menjadi kisah horor. Tidak dihiraukan lagi apakah ini ujian, teguran, dan atau kesalahan yang dibuat oleh manusia yang melampaui pikiran normal itu sendiri, atau bahasa lainnya sering disebut-sebut konspirasi.

Semua ahli dan peneliti di seluruh penjuru dunia dikerahkan untuk menemukan vaksin atau penawar virus tersebut. Secara tradisional, modern, hingga tehnologi semua digemuruhkan. Manusia dipaksa dan terpaksa untuk berdamai dengan virus ini dengan selogan kata "New Normal".

New Normal; hidup normal dengan gaya baru, berdampingan dengan virus yang menakutkan seantero jagat raya manusia. Ketakutan bukan karena keganasannya, melainkan karena kecepatan dalam penyebarannya. Virus terbaru (Covid-19), yang belum tergugah untuk berdamai hidup berdampingan.

Menjalani new normal, entah itu terpaksa atau dipaksa, tetapi itulah nanti yang bakalan harus dijalani jika pandemi ini tak pernah usai. Terpaksa, harus menyesuaikan diri dalam suasana baru, era baru. Mau tidak mau harus menjalani dan terjun di dalamnya, harus ikut aturan main yang baru.

Dipaksa, suka tidak suka jika hal tersebut benar-benar terjadi dan pandemi ini tak ada akhir, hingga akhir hayat, maka semua manusia dipaksa untuk mengikuti aturan baru tersebut, new normal. Inilah yang harus kita hadapi dan disiapkan dari sekarang, agar nanti kita tidak terkejut lagi. Memasuki era baru, new normal. Kebiasaan yang baru, gaya hidup yang baru, berdampingan dan berdamai dengan covid-19.

Pernyataan penulis di atas mengacu pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan bahwa terdapat potensi virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat. Pernyataan ini kemudian disampaikan kembali oleh presiden RI, Bapak Joko Widodo beberapa waktu yang lalu.

"Informasi terakhir dari WHO yang saya terima bahwa meskipun kurvanya sudah agak melandai atau nanti menjadi kurang, tapi virus ini tidak akan hilang. Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid. Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman".

Kemudian dalam pernyataan tersebut ia menjelaskan hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan menjadi pesimis. Sebab itu kata, jadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat untuk dapat beraktivitas kembali sambil tetap melawan ancaman Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Pemerintah akan mengatur agar kehidupan kita berangsur-angsur dapat kembali berjalan normal sambil melihat dan memperhatikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline