Lihat ke Halaman Asli

Arti Diriku bagi Dirimu

Diperbarui: 25 Februari 2023   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gawaiku kembali berbunyi. Ada pesan whatsapp yang masuk. Aku membacanya dan seketika raut wajahku berubah. Betapa tidak, pesan yang dikirim oleh adik suamiku itu begitu menyakitkan. Aku geram dibuatnya. Jika saja dia ada di depanku mungkin sudah ku remas mulutnya yang bau comberan itu.

"Heh, kenapa kamu yang sewot saat Bang Adi membantu Kak Fira?!" Begitu bunyi pesan itu.

Seketika aku emosi dan tak mau hanya diam saja, karena bagiku suamiku adalah hakku dan aku tak habis pikir kenapa keluarganya begitu. Aku sudah menduga apa yang mereka permasalahkan. Ini pasti pengaduan si Fira istri kakaknya Bang Adi. 

"Wajar kan jika aku sewot, karena bang Adi itu suamiku. Si Fira itu kan bukan manusia bodoh, kenapa harus selalu mengganggu suamiku untuk urusan pengiriman uang belanjanya. Si Fira kan bisa buat rekening sendiri!" balasku ketus.

"Kamu sadar diri dong, bagaimana kamu akan diterima di keluarga kami kalau kamu tidak bisa menerima bahwa Bang Adi punya tanggung jawab kepada kami, baik moril maupun materil." Dia mengirimkan lagi pesan itu. 

Aku semakin marah membacanya. Aku bukannya tak memperbolehkan bang Adi membantu keluarganya, tetapi apa aku akan diam saja jika permintaan mereka sudah mulai tak wajar? Bahkan mereka tidak memandang aku sebagai istrinya bang Adi. Aku hempaskan gawaiku dan kupejamkan mata. Percuma membalas perkataan mereka, hanya merusak suasana hati saja. 

Awalnya aku menanggapi biasa saja saat istri kakak suamiku meminta bantuannya untuk mengambilkan uang di ATM karena katanya, uang belanja kebutuhan keluarganya dikirimkan Bang Ihsan lewat rekening Bang Adi, suamiku. Tetapi lama-kelamaan aku jadi makin berfikir, kenapa harus ke rekening Bang Adi? Kan di jaman sekarang siapapun bisa buka rekening dan ambil uang di ATM yang banyak tersebar di mana saja. Yang lebih tidak megenakkan lagi adalah dia seolah tidak ingat waktu meminta bantuan suamiku. Seolah-olah suamiku ini punya istri dua. Gak lucu kan. 

Gak peduli malam atau tengah malam, dia tak pernah merasa segan untuk menelpon suamiku. Terkadang saat hujanpun suamiku tetap memenuhi panggilannya. Sementara aku dan anakku entah dianggap apa, ditinggal begitu saja. Makanya aku komplain kepada suamiku dan Fira, tetapi malah si Fira itu mengadu kepada keluarga mertuaku. Aku yang memang kurang akur dengan keluarga suamiku semakin dibenci oleh mereka. Entah apa dasarnya. 

"Yul, kamu jangan egois. Adi itu perlu membantu kakaknya yang bekerja di luar kota. Dan kamu tidak berhak untuk melarang. Adi punya tanggung jawab juga kepada keponakannya, ngerti!!!" Pesan whatsapp itu dikirim mertuaku semalam. 

Deg! Nafasku terasa sesak.Dadaku seperti dihimpit batu besar. Begitu rupa mertuaku membela menantunya yang lain, sementara aku apa? Apa aku bukan menantunya juga? Terus kenapa aku seperti tak dianggap? Aku bukannya tidak mendekatkan diri kepada mertua dan iparku. Dulu hubungan kami terasa mesra, tetapi entahlah apa yang yang terjadi, tiba-tiba saja mereka berbalik arah dan menyerangku. 

Kalaupun aku datang ke rumah mertua dan bertemu dengan semua anggota keluarga besar suamiku, tetap saja aku tak dianggap. Aku tersisih. Mereka ketawa-ketawa bercengkrama dan aku dibiarkan sendiri. Tak ada yang bertanya apapun kepadaku, aku dianggap tak ada. Apa aku bisa bersikap biasa saja dengan hal itu? Ya tidaklah. Aku bisa merasakan mereka menjauhiku. Dan sampai saat ini aku tak tahu apa alasannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline